Alasan Serikat Buruh ‘Gugat’ Pengesahan UU Pembentukan Peraturan
Utama

Alasan Serikat Buruh ‘Gugat’ Pengesahan UU Pembentukan Peraturan

Partai Buruh, serikat buruh, serikat petani, dan organisasi masyarakat sipil lainnya akan mengajukan uji formil dan materil terhadap UU No.13 Tahun 2022. Selanjutnya, melakukan kampanye nasional dan internasional menolak UU No.11 Tahun 2020 dan UU No.13 Tahun 2022.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Presiden KSPI, Said Iqbal. Foto: ADY
Presiden KSPI, Said Iqbal. Foto: ADY

Setelah DPR mengesahkan RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam rapat paripurna pada Selasa (24/5/2022) lalu, Presiden Joko Widodo kemudian mengundangkan beleid itu melalui UU No.13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) pada Kamis (16/6/2022) kemarin.

Pembahasan RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan memang sejak awal mendapat sorotan dari berbagai organisasi masyarakat sipil termasuk kalangan serikat buruh. Presiden KSPI, Said Iqbal, yakin RUU itu hanya akal-akalan politik DPR untuk melegitimasi metode omnibus law yang digunakan dalam menyusun UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Serikat buruh bersama elemen organisasi masyarakat sipil lainnya, seperti serikat petani dalam waktu dekat segera mengajukan gugatan uji formil dan materil terhadap UU No.13 tahun 2022 ke MK. “Akan ada 2 gugatan, yang pertama diajukan Partai buruh dan gugatan kedua diajukan serikat buruh, serikat petani, dan organisasi masyarakat lainnya. Gugatan yang diajukan formil dan materil,” kata Iqbal dalam diskusi secara daring, Selasa (21/6/2022).

Baca Juga:

Iqbal menjelaskan sedikitnya 4 alasan serikat buruh menolak UU No.13 Tahun 2022. Pertama, RUU ini akal-akalan politik yang hanya untuk membenarkan metode omnibus law yang digunakan dalam membentuk UU No.11 Tahun 2020. Kedua, proses penyusunan dan pembahasan RUU minim partisipasi publik. Yang dilibatkan hanya beberapa ahli hukum tata negara dan prosesnya kejar tayang dalam waktu sekitar 10 hari.

Ketiga, salah satu sebab pembahasan RUU ini dilakukan secara cepat karena dibahas oleh pihak yang sama ketika membahas RUU Cipta Kerja. Oleh karenanya, mereka berkepentingan agar RUU ini cepat diterbitkan. Keempat, UU No.13 Tahun 2022 menimbulkan ketidakpastian hukum karena memberi jangka waktu selama 7 hari dapat dilakukan perbaikan UU yang sudah disahkan dalam sidang paripurna di DPR. Padahal sebelumnya perbaikan itu tidak boleh dilakukan setelah RUU disahkan pada sidang paripurna DPR.

Menurut Iqbal, perbaikan terhadap RUU yang sudah disahkan itu sebagai upaya untuk menyiasati agar tidak terulang peristiwa yang sama ketika membahas RUU Cipta Kerja dimana jumlah halaman berubah-ubah setelah disahkan dalam sidang paripurna. “Oligarki dan pemerintah telah bersekongkol membuat UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang merugikan rakyat,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait