Aliansi Nasional Reformasi KUHP Sampaikan 23 Isu Krusial RKUHP
Utama

Aliansi Nasional Reformasi KUHP Sampaikan 23 Isu Krusial RKUHP

Mulai living law, harmonisasi delik, hingga perlunya penekanan RKUHP sebagai kodifikasi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 9 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah dan DPR telah menyepakati dan menetapkan 14 isu krusial dalam draf Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP). Tapi bagi kalangan elemen masyarakat sipil menilai terdapat lebih dari 14 isu krusial dalam RKUHP. Setidaknya ada 23 isu krusial yang semestinya menjadi perhatian dan pembahasan mendalam bagi pembentuk UU. Lantas, apa saja 23 isu krusial yang dimaksud?

Anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Muhammad Isnur mengatakan sejumlah elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP melakukan kajian terhadap materi muatan draf RKUHP 2019. Sebab, draf teranyar yang disusun pemerintah belum juga dipublikasikan ke masyarakat. Berdasarkan kajian ada setidaknya lebih dari 14 isu krusial dalam draf RKUHP sebagaimana ditetapkan pemerintah dan DPR.

“Aliansi menolak dengan tegas simplifikasi masalah dalam RKUHP bahwa hanya ada 14 pasal krusial untuk pembahasan lebih lanjut dengan DPR. Aliansi menilai terdapat lebih dari 14 isu krusial yang bermasalah, namun tidak dibahas oleh pemerintah,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Dia mengurai 23 isu krusial yang dimaksud. Pertama, pola penghitungan pidana yang disebutkan Tim Pemerintah melalui metode tertentu. Tapi, sayangnya belum pernah dijelaskan secara detil oleh pemerintah, seperti menggunakan metode apa dan bagaimana rumusan yang digunakan. Hal iniberpotensi menghasilkan ancaman pidana yang tidak proporsional yang berujung jumlah pemenjaraan meningkat drastis. Padahal, kondisi penghuni lembaga pemasyarakatan sudah amat berlebih.

Baca Juga:

Kedua, hukum yang hidup di masyarakat atau living law. Bagi Aliansi, terdapat penyimpangan asas legalitas. Kriminalisasi terhadap rumusan yang tidak jelas sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 597 draf RKUHP. Baginya, asas legalitas diatur dalam konstitusi. Seharusnya pengaturan hukum yang hidup di masyarakat merujuk pada konstitusi yakni asas legalitas merupakan salah satu hak dasar warga negara.

Selain itu, pengaturan living law menjadi hukum positif dalam penerapannya dengan merujuk Pasal 587 RKUHP berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan. Pasalnya aparat penegak hukum berpotensi mendefinisikan ‘hukum yang hidup di masyarakat’ berdasarkan penafsirannya sendiri tanpa batasan dan standar yang jelas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait