Amandemen Konstitusi Perlu Kajian dan Uji Publik Mendalam
Utama

Amandemen Konstitusi Perlu Kajian dan Uji Publik Mendalam

Belum ada momentum yang tepat untuk melakukan amandemen konstitusi dalam waktu dekat. Seharusnya, amandemen konstitusi diarahkan pada penguatan kelembagaan dalam konstitusi melalui partisipasi publik, bukan didasarkan pada keinginan segelintir elit politik.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Untuk memperkuat argumentasi ini, dia mengutip hasil survei Fixpoll Indonesia yang menunjukan 78,1 persen masyarakat tidak mengetahui adanya rencana amandemen kelima konstitusi ini. Sementara hanya 21,9 persen yang mengetahui rencana amandemen konstitusi. Makanya, wajar bila muncul pertanyaan banyak pihak, termasuk beredar isu bakal mengubah masa jabatan presiden.

“Ini agenda siapa? Kalau diadakan amandemen sekarang, yang pasti tidak ada konstitusional momen, partisipasi publik sangat rendah, cenderung menghadirkan bola liar, seperti masa jabatan presiden dan pemilu diundur,” katanya.

Amandemen penguatan kelembagaan

Namun demikian, dirinya tak menutup peluang amandemen konstitusi karena bukan hal tabu sepanjang memenuhi persyaratan dan adanya kebutuhan untuk itu. Kalaupun hendak diamandemen, diperlukan penguatan lembaga negara yang demokratis dan antikorupsi, seperti memperkuat kewenangan DPD secara kelembagaan.

Begitu pula dengan penguatan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dengan dibuka ruang pengaturan mekanisme constitutional complain di MK. Selanjutnya, penguatan prinsip-prinsip rule of law dalam pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil; menguatkan good governance dengan menyebut KPK dalam konstitusi.

“Di banyak negara, lembaga antikorupsinya ada di konstitusi, hanya di Indonesia yang tak disebut dalam konstitusi. Kalau diletakkan di UUD, maka keinginan liar lebih bisa dikontrol,” dalihnya.

Selain itu, menurut Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) ini perlu menguatkan kebebasan pers dengan membentuk Komisi Pers Indonesia, meski sudah terdapat Dewan Pers. Menguatkan perlindungan HAM dengan memasukkan kelembagaan Komnas HAM dalam konstitusi. Tak kalah penting, penguatan Komisi Yudisial dengan revitalisasi kewenangannya.

Hukumonline.com

Senior Partner Integrity Law Firm, Prof Denny Indrayana. 

Bivitri pun sependapat dengan Denny mengenai penguatan kelembagaan dalam konstitusi. Seperti penguatan kewenangan terhadap DPD. Baginya, amandemen bukan soal hitung-hitungan matematis. Menurutnya, yang dapat dilakukan adalah mendorong politisi agar menjaring aspirasi masyarakat yang sebenarnya, bukan malah memanipulasi datang ke perguruan tinggi dan tokoh-tokoh hanya menjustifikasi seolah-olah telah menyerap aspirasi. Padahal telah disiapkan draf yang bakal disahkan seperti halnya revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK.

Karena itu, menurut anggota Indonesia Constitutional and Administrative Society itu tak ada urgensi amandemen kelima konstitusi dalam waktu dekat ini. Karena itu, upaya MPR mengupayakan amandemen kelima konstitusi sebelum 2024 harus ditolak. MPR sebaiknya mendorong fokus pada tugas-tugas aslinya sebagai anggota DPR dan DPD.

“Memang belum ada agenda, tapi jangan sampai ada agenda. Kalau ada agenda semua akan masuk dan melebar. Percayalah itu pola-polanya,” sindirnya.  

Tags:

Berita Terkait