Amnesty International: Penerbitan Perppu Cipta Kerja Melanggar Kovenan Sipol
Terbaru

Amnesty International: Penerbitan Perppu Cipta Kerja Melanggar Kovenan Sipol

Karena diterbitkan tanpa mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat sehingga mengabaikan hak setiap orang untuk berpartisipasi dalam urusan publik.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Sebelumnya, rapat paripurna DPR yang digelar Selasa (21/03/2023) menyetujui Perppu 2/2022 sebagai UU. Ketua DPR sekaligus pimpinan rapat mengatakan 7 fraksi menerima dan 2 menolak. “Selanjutnya, kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakkah rancangan UU tentang penetapan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja jadi UU dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?,” tanya Puan Maharani saat memimpin rapat paripurna.

7 fraksi yang setuju meliputi fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar, Gerindra, Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sementara 2 fraksi yang menolak yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) dan Fraksi Partai  Demokrat.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menegaskan serikat buruh menolak persetujuan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Mengingat sebagian besar materi Perppu sama seperti UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kalangan buruh menilai upah minimum diatur kembali dalam konsep upah murah. Outsourcing atau alih daya dilakukan seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan.

Status pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) bisa dilakukan berulang kali dan seumur hidup. Kompensasi pesangon dipangkas. “Sebelum UU Cipta Kerja kompensasi pesangon yang diterima buruh bisa 2 kali peraturan tapi sekarang bisa mendapat 0,5 kali,” paparnya.

Selain itu Iqbal menyoroti mekanisme pemutusan hubungan kerja yang dipermudah dan pengaturan jam kerja yang fleksibel. Pengaturan cuti juga bermasalah terutama buruh perempuan yang ingin mengambil cuti haid atau cuti melahirkan. Perekrutan tenaga kerja asing (TKA) semakin dipermudah dan menghapus sejumlah aturan pidana UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kalangan petani menurut Iqbal menyoroti antara lain soal bank tanah. UU Cipta Kerja memberi kewenangan kepada pemerintah untuk mengakui tanah yang digarap rakyat kemudian oleh korporasi akan mudah mengambil tanah tersebut di bank tanah. Perlindungan terhadap petani sebagaimana diatur UU No.19 Tahun 2013 tentang Perlindungan petani juga banyak yang dihapus misalnya menghapus larangan impor produk pertanian ketika masa panen raya.

“Jadi tidak ada lagi perlindungan untuk petani. Dan ini sudah terbukti sekarang, impor beras 200-500 ribu ton digarap di massa panen raya. Kalau mengikuti UU 19/2013 itu tidak boleh, penjara 6 bulan dan denda Rp 2 miliar kalau melakukan impor di massa panen raya, di omnibus law ini dihapus,”  pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait