Amnesty International Tegaskan Hanya Komnas HAM yang Berhak Nyatakan Terjadi Pelanggaran HAM Berat
Terbaru

Amnesty International Tegaskan Hanya Komnas HAM yang Berhak Nyatakan Terjadi Pelanggaran HAM Berat

Komnas HAM harus diberi ruang yang luas untuk melakukan penyelidikan, terutama kasus pembunuhan dan mutilasi yang menimpa 4 warga Mimika, Papua.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Berulangnya kasus kekerasan yang menimpa masyarakat Papua menuai keprihatinan sekaligus kecaman dari berbagai pihak. Amnesty International Indonesia menilai berbagai pelanggaran yang terjadi di Papua itu belum ditanggapi secara serius. Hal itu terlihat antara lain dari pernyataan Pangkostrad Letjen Maruli Simanjuntak yang menilai kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap 4 warga Mimika, Papua itu bukan pelanggaran HAM berat.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia sekaligus pengajar STH Indonesia Jentera, Usman Hamid, mengatakan pernyataan Pangkostrad menunjukan pelanggaran serius yang terjadi Papua oleh oknum tentara selama ini dimaklumi. Upaya menuntut pertanggungjawabannya juga diremehkan.

“Kami hormati keterbukaan Pangkostrad yang menyatakan kasus ini merupakan pelanggaran HAM. Tapi kalau langsung menyatakan kasus itu bukan pelanggaran HAM berat, itu wewenang Komnas HAM. Kalau petinggi TNI berpikir seperti ini, akan banyak pembunuhan di luar hukum oleh anggota TNI tidak terselesaikan secara tuntas,” kata Usman dikonfirmasi, Selasa (20/9/2022).

Setidaknya Usman mencatat 3 hal terkait pernyataan Pangkostrad tersebut. Pertama, Pangkostrad tidak berwenang untuk memutuskan apakah suatu kasus masuk kategori pelanggaran HAM berat atau tidak. Sampai saat ini Komnas HAM masih melakukan investigasi kasus pembunuhan dan mutilasi itu. Pernyataan yang dilontarkan Pangkostrad itu prematur dan memperkeruh situasi.

Kedua, komentar-komentar Pangkostrad tidak sensitif pada penderitaan dan kesedihan yang dialami keluarga korban, yang anggota keluarganya dibunuh, dimutilasi, dan dibuang begitu saja. Usman menegaskan lembaganya menilai kasus pembunuhan di luar hukum dan mutilasi yang terjadi di Mimika patut diduga sebagai pelanggaran HAM berat karena melibatkan setidaknya 6 anggota TNI.

“Termasuk diantaranya 2 orang perwira dan karena itu layak untuk diselidiki apakah ada rantai komando dalam kasus tersebut,” ujarnya.

Ketiga, Usman menekankan semua pihak terkait memberi ruang seluas-luasnya kepada Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan yang intensif dan menyeluruh. Hal itu diperlukan agar kasus tersebut bisa terungkap seutuhnya. Usman mengingatkan sebelum ada hasil yang definitif dari penyelidikan itu, seharusnya pejabat tidak mengeluarkan pernyataan yang bisa memperkeruh suasana, melukai perasaan keluarga korban, atau menghambat proses penyelidikan.

Tags:

Berita Terkait