Ancaman Pidana Mati Kasus Minyak Goreng Potensi Kontraproduktif
Terbaru

Ancaman Pidana Mati Kasus Minyak Goreng Potensi Kontraproduktif

Pilihan menerapkan hukuman mati malah akan menghambat proses penegakan hukum kasus korupsi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Ketiga, ketika langkah yang dipilih adalah pidana mati, secara teknis hukum Kejaksaan tak dapat melakukan penegakan hukum secara maksimal. Sebab, bakal terbentur Pasal 67 KUHP yang prinsipnya melarang adanya pidana tambahan, seperti denda dan uang pengganti bagi orang yang telah dituntut/dijatuhi pidana mati.

“Dengan demikian, negara akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh penggantian kerugian negara yang semaksimal mungkin dari para pelaku, padahal upaya ini sangat penting untuk dijadikan sebagai sumber dana pemulihan ke depan,” ujarnya.

Keempat, pidana mati juga hanya dapat dijatuhkan kepada orang perseorangan, bukan korporasi. Menurut Eras begitu biasa disapa, saat proses penyidikan fokus mengejar orang agar diganjar pidana mati, maka dalam proses pengembangan penyidikan tersebut sangat berpotensi mengaburkan fokus penegakan hukum. Padahal, seharusnya dapat mengejar korporasi-korporasi yang terlibat.

Kelima, Kejaksaan perlu hati-hati dalam menerapkan hukuman mati dalam Tipikor. Sebab, pada akhirnya hanya akan menjadi kontraproduktif, khususnya dalam konteks pengusutan aset pelaku maupun permohonan ekstradisi untuk jaringan pelaku tindak pidana korupsi lainnya yang berada di luar negeri. Program Mutual Legal Assistance (MLA) merupakan kerja sama bilateral antara Indonesia dengan negara-negara lain dapat dipastikan tidak akan berjalan.

“Oleh karenanya, pilihan untuk menerapkan hukuman mati malah akan menghambat proses penegakan hukum kasus korupsi,” katanya.

Prinsipnya, ICJR mendukung penuh langkah Jaksa Agung dalam mengusut tuntas kasus kelangkaan minyak goreng. Atas dasar itulah ICJR merekomendasikan agak Kejaksaan Agung lebih fokus pada membongkar jaringan, keterlibatan para aktor yang lebih berpengaruh, memulihkan kerugian negara

“Dan membantu pemerintah untuk menciptakan sistem pencegahan kejadian serupa untuk melindungi masyarakat,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Supardi menyebutkan keempat tersangka dikenakan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kemudian Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a b e dan f Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 jo nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri dan Harga Penjualan di Dalam Negeri.

Lalu, ketentuan Bab 2 huruf a angka 1 huruf b jo bab 2 huruf c angka 4 huruf c Peraturan Direktorat Jenderal perdagangan luar negeri nomor 02 DAGLU per 1 2022 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Ekspor CPO. “Utamanya Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," kata Supardi.

Tags:

Berita Terkait