Antisipasi Penyangkalan Transaksi Elektronik dalam Penggunaan Tanda Tangan Digital

Antisipasi Penyangkalan Transaksi Elektronik dalam Penggunaan Tanda Tangan Digital

Dalam praktiknya di Indonesia, pemakai jasa PSrE tidak bisa sesuka hati menggunakan PSrE yang berbeda dalam satu dokumen elektronik.
Antisipasi Penyangkalan Transaksi Elektronik dalam Penggunaan Tanda Tangan Digital
Ilustrasi tanda tangan elektronik. Foto: pexels.com

Akses kemudahan melalui tanda tangan digital telah menjanjikan akselerasi jarak tempuh dan waktu yang biasanya dibutuhkan untuk mendapatkan sebuah tanda tangan. Memudahkan para pihak yang berjauhan lokasi untuk mengikat janji dalam sebuah dokumen elektronik berkorelasi positif dengan tumbuh lebih banyaknya transaksi bisnis persekian waktu.

Bila dulu orang masih berdebat soal keabsahan penggunaannya dan kekuatan pembuktiannya di muka pengadilan, kini keabsahannya tak lagi sebatas tafsir. Melainkan sudah secara gamblang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan sudah banyak dipraktikkan.

Beberapa aturan yang berkaitan dengan tanda tangan elektronik (TTE) dapat ditemukan dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016, PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Permenkominfo No. 11 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik.

Bila ingin menggunakan TTE, hal pertama yang perlu diingat, tak semua TTE bisa berlaku sah dan berakibat hukum. Ada prasyarat yang harus dipenuhi yang digariskan dalam Pasal 11 ayat (1) sebagai berikut:

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional