Apa Kabar Perubahan Hukum Acara Perdata Nasional?
Mengupas Hukum Acara Perdata:

Apa Kabar Perubahan Hukum Acara Perdata Nasional?

Gagasan merevisi hukum acara perdata sudah lama diusung. Perlu mengakomodasi perkembangan teknologi dan kompleksitas transaksi, khususnya dalam pembuktian dan eksekusi putusan.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Teddy merujuk kenyataan bahwa di masa penjajahan, yang bisa mengakses pembentukan akta-akta hanyalah kalangan yang bersekutu dengan kolonial Belanda. Banyak rakyat kecil yang harus rela kehilangan haknya atas tanah perkebunan hingga tempat tinggal karena tidak memegang surat bukti kepemilikan. Padahal administrasi yang ada sepenuhnya dalam kendali pemerintahan kolonial Belanda kala itu.

 

Kembali pada soal akta notaris, di masa kini Teddy menilai bahwa transfomasi teknologi juga harus menjadi media pembuktian yang kuat dalam pengadilan perdata. “Apa coba arti akta notaris dibanding dengan faktual orang merekam saya dengan kamu berjanji, ini saya bayar gitu kan,” lanjutnya. Karena itu, Teddy berharap transformasi penting seperti yang ia contohkan harusnya diakomodasi dalam Hukum Acara Perdata.

 

(Baca juga: Ini yang Perlu Diperhatikan dalam Pembentukan RUU Hukum Acara Perdata)

 

Mengenai eksekusi, Teddy berpendapat seharusnya aparat penegak hukum bisa dilibatkan dalam pelaksanaan putusan pengadilan untuk perkara perdata. “Harusnya penegak hukum seperti jaksa dan polisi bisa digunakan untuk eksekusi, mereka kan (tugasnya) menjaga ketertiban,” ujarnya.

 

“Kita saat ini kalaupun sudah menang, eksekusinya susah,” tambah akademisi yang juga berpraktek sebagai kurator ini.

 

Lebih lanjut Teddy mendorong pembuat undang-undang untuk tidak ragu berinovasi dengan mengambil berbagai konsep yang ada dalam sistem hukum dunia. “Kita nggak usah juga kayak sekarang ter-stigma common law-civil law. ‘Ah itu kan pola common law’.  Kita ini sudah lama mendikotomikan keduanya tapi hasilnya nggak ada,” ungkapnya.

 

Dengan kenyataan globalisasi hukum, menurut Teddy sudah tidak relevan bersikap kaku soal pengadopsian konsep hukum dari berbagai sistem hukum yang ada. “Sudah nggak relevan bicara common law-civil law. Hukum acara itu harus dinamis,” imbuhnya.

 

Ketika ditanya apa sebabnya hingga saat ini hukum acara perdata nasional belum juga mendapatkan perhatian serius untuk direvisi—mengingat hukum acara pidana telah diganti dengan KUHAP sejak 1981—Teddy mengaku tidak bisa memastikan. Padahal dalam sengketa perdata yang terlibat berkepentingan adalah antar anggota masyarakat secara langsung. “Kalau pidana memang orang mengadu kepada negara, kalau perdata kan orang per orang yang memperjuangkan dirinya, harusnya lebih prioritas,” kata Teddy.

 

Ia menduga bisa jadi karena dalam sengketa perdata tidak berkaitan langsung dengan kerja instansi pemerintah, maka kurang mendapat perhatian. “Kita ini mentang-mentang nggak ada institusi (pemerintah) yang berkepentingan jadi santai-santai,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait