Apakah Polisi yang Berkata Kasar Saat Bertugas Bisa Dipidana? Simak Penjelasan Hukumnya
Terbaru

Apakah Polisi yang Berkata Kasar Saat Bertugas Bisa Dipidana? Simak Penjelasan Hukumnya

Tindakan mengatakan kata-kata kasar termasuk kedalam tindak pidana berdasarkan Pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Apakah Polisi yang Berkata Kasar Saat Bertugas Bisa Dipidana? Simak Penjelasan Hukumnya
Hukumonline

Dalam menjalankan tugas sebagai aparat penegak hukum, seorang polisi bisa saja melakukan hal-hal yang berada di luar norma kesopanan, misalnya berkata kasar. Namun perlu diketahui bahwa tindakan berkata kasar tersebut termasuk dalam tindak pidana, loh!

Mengutip artikel Klinik Hukumonline, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, kepolisian diatur dalam Pasal 19 UU  Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU 2/2002), di mana harus senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Tindakan mengatakan kata-kata kasar termasuk kedalam tindak pidana berdasarkan Pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp 4,5 juta.”

Baca Juga:

Menurut R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal.228), mengatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “asu”, “sundel”, “bajingan” dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan dinamakan “penghinaan ringan”.

Namun agar dapat dihukum, kata-kata penghinaan itu baik lisan maupun tulisan harus dilakukan di tempat umum (yang dihina tidak perlu berada di situ). Tetapi jika penghinaan itu tidak dilakukan di tempat umum, maka supaya dapat dihukum: dengan lisan atau perbuatan, maka orang yang dihina itu harus ada di situ melihat dan mendengar sendiri;  dengan surat (tulisan), maka surat itu harus dialamatkan (disampaikan) kepada yang dihina.

Lebih lanjut R. Soesilo menjelasakan penghinaan ringan ini juga dapat dilakukan dengan perbuatan. Menurut R. Soesilo, penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan seperti meludahi di mukanya, memegang kepala orang Indonesia, mendorong melepas peci atau ikat kepala orang Indonesia. Demikian pula suatu sodokan, dorongan, tempelengan, dorongan yang sebenarnya merupakan penganiayaan, tetapi bila dilakukan tidak seberapa keras, dapat menimbulkan pula penghinaan.

Tags:

Berita Terkait