Apakah Profesi Mulia ini Dapat Dinamakan sebagai Officium Nobile?
Kolom

Apakah Profesi Mulia ini Dapat Dinamakan sebagai Officium Nobile?

Advokat memang profesi yang mulia namun keberadaan seorang advokat tidak seharusnya diistimewakan, karena advokat sudah sewajarnya dan sepatutnya juga tunduk kepada hukum yang berlaku.

Bacaan 5 Menit
Frans H Winarta. Foto: Istimewa
Frans H Winarta. Foto: Istimewa

Apakah masih berlaku atau pantas label “profesi yang mulia” atau istilah kerennya adalah “officium nobile” terhadap advokat? Masih pantaskah profesi yang sejatinya harus membela seseorang yang tidak peduli akan latar belakangnya dari etnis mana, warna kulit apa, latar belakang sosial ekonomi yang berlainan, asal usul kelompok sosialnya, ideologi politiknya dari mana atau seringkali dibilang sebagai “equality before the law” atau “persamaan di hadapan hukum” sebagai prinsip dari pembelaan seorang advokat. Menjadi sebuah pegangan bagi profesi advokat untuk tidak memperdulikan latar belakang klien yang dibelanya atau berpegang pada prinsip kemanusiaan, karena itulah profesi yang dianggap mulia ini dinamakan “officium nobile”.

Tapi, pada kenyataan dalam kehidupan sehari-hari apakah masih bisa disebut sebagai profesi yang mulia? Dalam acara Meeting of Mind: Advokat Indonesia Menyambut Masa Depan yang diadakan oleh PERADI dengan tema Bagaimana Pengawasan Advokat Sebagai Officium Nobile, para pembicara bersilang pendapat tentang penamaan “officium nobile” itu.

Ada yang berpendapat masih layak dan ada yang berpendapat tidak layak lagi label tersebut diterapkan terhadap profesi advokat yang sudah dianggap menjadi suatu profesi yang manipulative dan komersial. Dalam hal ini, menurut Penulis yang paling penting adalah apakah penamaan istilah “officium nobile” terhadap profesi advokat itu merupakan sesuatu yang seharusnya terjadi atau ”ought to be” dan bukan sesuatu yang diharapkan, atau “Das Sein” bukan “Das Sollen” lagi.

Mengenai ini Penulis akan menggambarkan tentang bagaimana kenyataan dalam masyarakat, apakah profesi advokat sudah dapat dikatakan menyimpang dari profesi yang dianggap mulia ini atau tidak? Sebagai contoh penggambaran, apakah masih ada yang dinamakan solidaritas profesi advokat, kalau yang dilakukan oleh para advokat saat ini dalam kenyataannya adalah saling menyerang dan bahkan beberapa advokat bersaing secara tidak sehat dalam mendapatkan klien. Maka sulit bagi Penulis untuk mengatakan mereka sebagai rekan sejawat saling menghormati atau menerapkan apa yang dianjurkan dalam Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan merujuk kepada etika profesi advokat.

Baca juga:

Belum lagi perilaku-perilaku lain yang menyebabkan penamaan profesi yang mulia ini merosot karena tindakan-tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh para advokat itu sendiri. Beberapa advokat malah seringkali tidak menghormati hukum dan pengadilan itu sendiri seperti “Contempt of Court” dan lain-lain. Sulit sekali sekarang membedakan “officium nobile” dalam kenyataan dan apa yang seharusnya atau “ought to be” menjadi kenyataan. Etika profesi sudah tidak mendapatkan pengawasan diterapkan sehari-hari oleh organisasi advokat yang memang bertanggung jawab atas penegakan etika profesi advokat.

Bukankah tugas dan fungsi sosial yang mulia dari seorang advokat untuk menegakkan “Rule of Law” sebagaimana diikuti dari Deklarasi Montreal di bawah ini:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait