Tiga putusan itu antara lain menyangkut kasus korupsi Sujiono Timan, putusan tentang Lapindo dan putusan hakim soal kebakaran hutan di Palembang yang menolak gugatan dari pemerintah cq. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kata Ketua APPTHI, Dr. Laksanto Utomo disela-sela pembentukan Majelis Pertimbangan Lembaga Eksaminasi Nasional, di Jakarta, Selasa (26/7).
APPTHI akan memulai mengerjakan eksaminasi terhadap putusan hakim yang dinilai oleh masyarakat, pers dan lembaga swadaya masyarakat kontroversial, dan hasilnya akan disampaikan ke Mahkamah Agung, Presiden Jokowi, DPR dan masyarakat luas. "Itu sebabnya, kami akan melibatkan para ahli hukum di bidangnya agar dalam eksaminasi sebuah putusan mempunyai akuntabiltas," kata Laksanto.
Menurut dia, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang yang memenangkan PT Bumi Mekar Hijau (PT BMH) disesalkan. PT BMH dinilai pemerintah sebagai salah satu yang bertanggung jawab di kasus kebakaran hutan di Sumatera. Namun putusan hakim memenangkan PT BMH. Hal itu yang dinilai mengecewakan setidaknya oleh peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Raynaldo Sembiring dan pegiat lingkungan lainnya.
Demikian juga soal putusan MA terkait putusan Peninjauan Kembali (PK), kasus Sujiono Timan yang dalam putusan kasasinya yang bersangkutan diputus vonis penjara 15 tahun dan denda Rp50 juta dengan keharusan membayar biaya pengganti Rp369 miliar. Namun, pada 31 Juli 2013, MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh istri Sudjiono Timan dan menjatuhkan vonis bebas padanya.
Menurut Laksanto, putusan para hakim itu menjadi perhatian masyarakat luas, bahkan berdampak internasional khususnya kasus lingkungan. Oleh karena itu, APPTHI akan segera memulai melakukan eksaminasi putusan-putusan yang mendapatkan sorotan masyarakat itu.
Laksanto yang juga Wakil Dekan Universitas Krisna Dwipayana menambahkan, eksaminasi dimaksudkan tidak mencampuri putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gawijsde).
Pembuatan Majelis Eksaminasi Lembaga Eksaminasi Nasional yang dihadiri Prof. Ade Saptomo, Dekan FH Pancasila, Prof. Dr. Faisal Santiago, Dekan FH Univ Borobudur, dan dekan FH Atmajaya, serta para dekan FH lainya, Laksanto menegaskan, berbagai putusan hakim tidak semua mempunyai dasar hukum yang kuat terhadap materi putusan yang ditangani oleh hakim.
Oleh karena itu, jika ada anggota masyarakat yang ingin meminta pendapat kepada APPTHI terhadap putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau incraht, maka dipersilahkan untuk menyampaikannya.
"Kami sudah membuat cabang-cabang APPTHI di seluruh Indonesia, dari Papua hingga Aceh. Silahkan masyarakat menyampaikannya lewat cabang APPTHI yang terdekat," katanya.
Di tempat terpisah, Hakim Agung MA Gayus Lumbuun menyampaikan dukungannya jika para pimpinan perguruan tinggi hukum Indonesia menggagas dibentuknya Lembaga Eksaminasi atau Dewan Eksaminasi Nasional.
"Saya secara pribadi mendukungnya, karena hingga kini belum ada pihak yang dapat mengontrol putusan hakim," katanya, seraya menambahkan, putusan yang layak dieksaminasi adalah yang sudah mempunyai kekuatan hukum bukan yang masih berproses (do proces).
Menurut Prof. Gayus, suatu putusan pengadilan itu tidak dapat diintervensi oleh siapa pun termasuk oleh para pimpinan yang sedang berkuasa. Namun putusan itu juga harus bisa diuji, prosesnya, pertimbangannya hingga putusannya oleh lembaga independen lain, tanpa mempengaruhi do to proces law.
"Indonesia tahun 2006 pernah mengirim utusan ke Bungalore, India yang langsung dipimpin Ismail Saleh. Dalam pertemuan yang dihadiri lebih dari 56 negara itu para ahli hukum merumuskan, perlunya independency hukum, keterbukaan, integritas dan kesetaraaan hukum disemua negara," kata Prof. Gayus.
Kesepakatan para ahli itu diadopsi dalam UU No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman. Oleh karena itu, keberadaan Dewan atau lembaga eksaminasi relevan untuk dihadirkan saat ini. Yang paling penting, apakah para hakim itu dalam memutuskan mempunyai pertimbangan hukum yang kuat, relevan dan punya azas manfaat atau tidak.
"Saya sendiri mempersilahkan jika ada pihak lain yang mau mengeksaminasi putusannya, kalau ada yang janggal tentu bagian dari interopeksi putusan berikutnya," kata Gayus.