Pengertian Yurisprudensi, Fungsi, dan Contohnya
Terbaru

Pengertian Yurisprudensi, Fungsi, dan Contohnya

Apa itu Yurisprudensi? Yurisprudensi merupakan sumber hukum yang dibentuk oleh keputusan hakim.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi yurisprudensi. Sumber: pexels.com
Ilustrasi yurisprudensi. Sumber: pexels.com

Apa yang dimaksud dengan yurisprudensi? Yurisprudensi berasal dari bahasa lain, yakni iuris prudentia yang berarti pengetahuan hukum. KBBI menerangkan bahwa yurisprudensi artinya ajaran hukum melalui peradilan; atau himpunan putusan hakim.

Laporan penelitian tahun 2010 yang diterbitkan Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI menerangkan bahwa pengertian yurisprudensi di suatu negara bisa berbeda.

Yurisprudensi di negara common law, seperti Inggris dan Amerika, diartikan sebagai ilmu hukum. Kemudian, di negara Eropa kontinental dan Indonesia, yurisprudensi diartikan sebagai putusan pengadilan.

Baca juga:

Definisi Yurisprudensi menurut Ahli Hukum

Enrico Simanjuntak dalam penelitiannya yang berjudul Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia menerangkan sejumlah pandangan ahli hukum dalam mendefinisikan yurisprudensi.

Pertama, R Subekti yang menerangkan bahwa yurisprudensi adalah putusan-putusan hakim atau pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan kasasi atau putusan-putusan Mahkamah Agung yang tetap.

Kedua, Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto yang mengartikan yurisprudensi adalah peradilan yang tetap atau hukum peradilan.

Ketiga, Mahadi yang menguraikan bahwa arti yurisprudensi bukanlah keputusan-keputusan hakim, bukan pula sebagai “rentetan” keputusan, melainkan hukum yang terbentuk dari keputusan-keputusan hakim.

Keempat, Surojo Wignjodipuro yang menyatakan bahwa putusan hakim terhadap persoalan hukum tertentu menjadi dasar putusan hakim lain. Keputusan tersebut kemudian menjelma menjadi putusan hakim tetap terhadap persoalan yang dimaksud. Hukum yang termuat dalam putusan tersebutlah yang dinamakan yurisprudensi.

Perbedaan Yurisprudensi Tetap dan Yurisprudensi Tidak Tetap

Dikaji berdasarkan aspek teoritis dan praktik peradilan, yurisprudensi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni yurisprudensi (biasa) dan yurisprudensi tetap.

Yurisprudensi (biasa) atau tidak tetap adalah seluruh putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum pasti, yang terdiri dari putusan perdamaian, putusan Pengadilan Negeri, dan seluruh putusan Mahkamah Agung. Kemudian, yurisprudensi tetap adalah putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim dalam perkara yang sama atau sejenis.

Fungsi Yurisprudensi

Kehadiran dan penerapan yurisprudensi tentu dimaksudkan untuk mengisi fungsi tertentu. Ada lima fungsi yurisprudensi, yaitu:

  1. Menegakkan adanya standar hukum yang sama dalam kasus atau perkara yang sama atau serupa, karena undang-undang tidak mengatur hal tersebut secara jelas.
  2. Menciptakan kepastian hukum di masyarakat dengan adanya standar hukum yang sama.
  3. Menciptakan adanya kesamaan hukum serta sifat yang dapat diperkirakan pemecahan hukumnya.
  4. Mencegah kemungkinan terjadinya disparitas perbedaan dalam berbagai putusan hakim pada kasus yang sama. Apabila terjadi perbedaan putusan antara hakim yang satu dan yang lain, perbedaan tersebut tidak sampai menimbulkan disparitas, namun perbedaan sebagai variabel secara kasuistis.
  5. Manifestasi dari penemuan hukum.

Penerimaan Putusan menjadi Yurisprudensi

Teguh Satya Bhakti (dalam Simanjuntak, 2019:94) menerangkan bahwa suatu putusan pengadilan dapat dinyatakan sebagai yurisprudensi tetap apabila sekurang-kurangnya memiliki keenam unsur berikut.

  1. Putusan atau perkara belum ada aturan hukumnya atau jika ada, aturan hukumnya kurang jelas.
  2. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
  3. Putusan memiliki muatan kebenaran dan keadilan.
  4. Putusan telah berulang kali diikuti oleh hakim berikutnya dalam memutus kasus yang mempunyai kesamaan fakta, peristiwa, dan dasar hukum;
  5. Putusan tersebut dibenarkan oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Mahkamah Agung maupun uji eksaminasi oleh Tim Yurisprudensi Mahkamah Agung.
  6. Putusan telah direkomendasikan sebagai putusan yang berkualifikasi yurisprudensi tetap.

Kapan yurisprudensi digunakan? Terkait ini, penting untuk diketahui bahwa tidak semua putusan hakim dapat menjadi yurisprudensi. Kemudian, penerimaan yurisprudensi sebagai suatu hukum disebabkan oleh tiga alasan utama.

Pertama, karena adanya kewajiban hakim untuk menetapkan dan memutus perkara yang diajukan meski belum ada peraturan yang mengatur hal tersebut.

Kedua, salah satu fungsi pengadilan dalam pembaruan dan pembangunan hukum adalah menciptakan sumber hukum baru.

Ketiga, adanya hasil penafsiran hakim terhadap ketentuan perundang-undangan dalam mencari, mewujudkan, dan menegakkan keadilan.

Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Yurisprudensi di Indonesia

Yurisprudensi belum memiliki kedudukan hukum yang jelas di Indonesia, baik dalam teori maupun praktik. Diterangkan Jimly Asshiddiqie (dalam Simanjuntak, 89:2019), ada dua faktor yang melatarbelakanginya.

Pertama, sistem pengajaran hukum kurang menggunakan yurisprudensi sebagai bahan bahasan. Penyebabnya, antara lain:

  1. Pengajaran hukum umumnya lebih menekankan penguasaan pengertian umum hukum yang bersifat abstrak dalam bentuk generalisasi teoritik.
  2. Sistem hukum yang berlaku menempatkan asas dan kaidah yang bersumber pada peraturan undang-undang sebagai sendi utama hukum dan kurang memperhatikan pengertian atas ketentuan yurisprudensi.
  3. Publikasi yurisprudensi sangat terbatas sehingga akses mempelajarinya tidak mudah.
  4. Kebijakan penelitian hukum yang memberi lapangan fasilitas untuk penelitian yurisprudensi.

Kedua, dari segi praktik hukum, putusan hakim legally non binding atau tidak mengikat secara hukum. Hal ini disebabkan oleh sistem hukum Indonesia yang tidak menjalankan sistem precedent.

Contoh Yurisprudensi

Mohammad Kamil Ardiansyah dalam Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum menerangkan sejumlah contoh yurisprudensi dan kaidah hukumnya. Misalnya, pada Putusan No. 586 K/Pdt/2000 dengan kaidah hukum apabila terdapat perbedaan luas dan batas-batas tanah sengketa dalam posita dan petitum, maka petitum tidak mendukung posita, karena itu gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.

Contoh hukum yurisprudensi dapat disimak dalam Putusan No. 976 K/Pdt/2015. Kaidah hukum dalam putusan tersebut menyatakan bahwa apabila terdapat sertifikat ganda atas tanah yang sama, di mana keduanya sama-sama autentik, maka bukti hak yang paling kuat adalah sertifikat hak yang terbit terlebih dahulu.

Selain kedua contoh tersebut, contoh dan daftar yurisprudensi terlengkap dapat ditemukan pada koleksi Precedent Pusat Data Hukumonline. Koleksinya dibagi sesuai topik dan isu hukum, sehingga memudahkan proses pencarian contoh yurisprudensi untuk mendukung riset hukum yang diperlukan.

Simak ulasan hukum premium dan temukan koleksi lengkap peraturan perundang-undangan Indonesia, versi konsolidasi, dan terjemahannya, serta putusan dan yurisprudensi, hanya di Pusat Data Hukumonline. Dapatkan akses penuh dengan berlangganan Hukumonline Pro Plus sekarang!

Tags:

Berita Terkait