Asal Muasal KUHAP Adopsi Prinsip Diferensiasi Fungsi
Terbaru

Asal Muasal KUHAP Adopsi Prinsip Diferensiasi Fungsi

Tahap prapenuntutan menjembatani kewenangan penyidikan dan penuntutan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi sistem pelaporan SPDP. Foto: MYS
Ilustrasi sistem pelaporan SPDP. Foto: MYS

Direktur Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya, Malang, Fachrizal Afandi menjelaskan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengadopsi prinsip diferensiasi fungsi. Prinsip ini mengandung arti setiap bagian dalam sistem peradilan pidana, sesuai tahapan yang dibuat KUHAP, memiliki tugas dan kewenangan masing-masing yang terpisah satu sama lain. Pada dasarnya KUHAP membagi hukum acara ke dalam empat tahapan, yakni penyelidikan (preliminary investigation), penyidikan (investigation), penuntutan (prosecution), dan persidangan (trial). KUHAP juga sangat menekankan pada tiga aktor utama, yaitu polisi, jaksa, dan hakim.

Polisi mempunyai kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Jaksa berwenang melakukan penuntutan dan mengeksekusi apabila terdakwa dinyatakan bersalah. Hakim berwenang memimpin persidangan, memeriksa perkara dan memutuskan apakah terdakwa bersalah atau tidak. Masing-masing memimpin tahapan yang menjadi kewenangan mereka.

Tetapi, penerapan prinsip diferensiasi fungsi itu dapat menimbulkan problem di lapangan. Jaksa penuntut hanya memeriksa dokumen investigasi setelah penyidik kepolisiann merampungkan investigasi. Menurut Fachrizal, penuntut umum tidak punya kewenangan untuk melihat apa yang dilakukan penyidik selama proses penyidikan. “Jadi, penuntut umum tidak dapat mengecek apakah suatu penyidikan sudah dilaksanakan dengan benar atau tidak,” ujarnya dalam seri Penataran Daring tentang Kewenangan Penyidikan Polisi dan Peran Jaksa Penuntut Umum, Rabu (18/5/2022). Serial diskusi ini dilaksanakan Persada Universitas Brawijaya bekerja sama dengan sejumlah lembaga.

Penuntut umum punya kewenangan yang terbatas untuk melakukan supervisi terhadap proses penyidikan dan mengontrol upaya-upaya paksa yang dilakukan penyidik. Pasal 14 KUHAP menyebutkan penuntut umum mempunyai wewenang menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu. Penuntut umum juga berwenang mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.

Rumusan ini sejalan dengan ketentuan Pasal 110 KUHAP. Frasa yang dipergunakan adalah ‘dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan’. Ayat (2) pasal ini menyebutkan dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.

Prinsip diferensiasi fungsi tidak mengandung arti mutlak bahwa tidak ada keterkaitan atau hubungan masing-masing aparat penegak hukum. Semua tahapan hukum acara pidana terkoneksi membentuk sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Prapenuntutan, misalnya, adalah proses yang menjembatani tahap penyidikan dan penuntutan. Proses prapenuntutan dimulai ketika penyidik mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan, dan seharusnya dilanjutkan dengan penunjukan jaksa yang bertugas mengikuti perkembangan penyidikan dan berkoordinasi sebelum penyidikan rampung. Namun, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana mengikuti definisi prapenuntutan menurut KUHAP dan kehadiran penuntut umum pengkaji (examining prosecutor) hanya setelah para penyidik merampungkan penyidikan mereka.

Baca juga:

Halaman Selanjutnya:
Tags: