Asosiasi MK se-Asia Gagal Bentuk Sekretariat Tetap
Utama

Asosiasi MK se-Asia Gagal Bentuk Sekretariat Tetap

Pengaduan konstitusional menjadi agenda utama dalam pertemuan AACC.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: www.aaccei.org
Foto: www.aaccei.org
Keputusan menetapkan sekretariat tetap MK se-Asia Indonesia dan lembaga sejenis       menjadisekretariat tetap. Seperti MK Indonesia sudah menyiapkan konsep struktur organisasi   Arief melanjutkan setelah mendengarkan berbagai masukan dari semua delegasi ada bebeberpa konsep kesekretariatan AACC yang ditawarkan. Misalnya, sekretariat tetap dilakukan secara bergilir dalam jangka waktu tertentu, sekretariat tetap dijabat bersama dengan jabatan presidennya, dan sekretariat   “Nantinya, semua pilihan ini harus dikaji dulu secara komprehensif dan kemudian diputuskan dalam Kongres AACA April 2016 mendatang,” tegasnya.        Sebelumnya, dalam rapat ini telah disepakati rencana pelaksanaan Kongres AACC ketiga di Nusa Dua Bali, Indonesia pada 25-28 April 2016. Kongres ini mengangkat tema “ dengan mengundang 19 negara sebagai dan 10 organisasi regional dan internasional sebagai tamuRencana ini disetujui karena sesuai Pasal 14 ayat (1) Statuta AACC tuan rumah kongres yang menjabat sebagai presiden AACC yang saat ini dijabat MK Indonesia untuk periode 2014-2016.      “Semua kongres ini dibiayai MK Indonesia, kecuali transportasi luar negeri (tiket pesawat keberangkatan),” kata Arief.       Dalam kesempatan ini pula disetujui proposal pengajuan negara Kirzigstan dan Myanmar sebagai anggota baru AACC karena dianggap telah memenuhi syarat sesuai Pasal 7 Statuta AACC. Dengan begitu, kini anggota MK se-Asia dan lembaga sejenis menjadi 16 negara. Yakni, Indonesia,   (pengaduan konstitusional) yang akan dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Sabtu (15/8) besok. Rencananya Indonesia akan menjadi pembicara bersama 11 negara lain. Sedangkan beberapa negara dari kawasan Eropa, Afrika, dan Amerika lain akan menjadi penanggap aktif dalam acara simposium itu. Tentunya, simposium internasional membahas teori dan implementasi kewenangan pengaduan konstitusional di beberapa negara. Meskipun, MK Indonesia hingga saat ini belum diberi kewenangan untuk memeriksa perkara-perkara pengaduan konstitusional. Namun, praktiknya pengaduan konstitusional diperiksa melalui pengujian undang-undang di MK.

“Makanya, harapan besar kita di simposium ini kita akan belajar dan bertukar pikiran dengan negara lain, jadi bukan untuk mengubah kewenangan. Ini hanya untuk belajar dari MK Spanyol, Austria, Jerman, Rusia, Turki, Korea Selatan, Hungaria itu sudah memiliki kewenangan constitutional complaint,” tegasnya.

Hakim Mahkamah Persekutuan Malaysia Arifin Zakaria menilai simposium ini tentunya akan memberi banyak informasi mengenai praktik pengaduan konstitusional di berbagai negara. Selain itu, acara semacam ini dapat mengukuhkan ikatan antara MK sedunia dan institusi sejenis untuk menegakkan hukum bersama.

Baginya, Mahkamah Persekutuan Malaysia tentunya juga akan banyak belajar dari MK Indonesia berkaitan dengan publikasi putusan. “Putusan MK Indonesia menggunakan bahasa Indonesia, seluruh masyarakat Indonesia bisa mengaksesnya. Sementara di Malaysia, Mahkamah Persekutuan terikat dengan bahasa Inggris, sehingga tidak semua rakyat Malaysia bisa mengaksesnya,” katanya.

Untuk diketahui, AACC dideklarasikan pada tahun 2010 di Jakarta (Deklarasi Jakarta) atas inisiatif MK Indonesia, Korea, Thailand, Malaysia, Mongolia dan Uzbekistan. Tujuan pendirian AACC dalam rangka mempromosikan demokrasi, penegakan hukum dan hak asasi manusia.
(Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions/AACC) akhirnya menemui jalan buntu alias dead lock. Padahal, MK Indonesia dan MK Korea Selatan sudah menyatakan kesiapan menjadi sekretariat tetap Asosiasi MK se-Asia dan lembaga sejenis. Beberapa delegasi (board of member meeting) belum menyepakati konsep dan ruang lingkup kesekretariatan yang ditawarkan kedua negara.  

Presiden AACC Arief Hidayat mengatakan pembentukan sekretariat tetap AACC sementara ditunda hingga masing-masing sekretaris jenderal (Sekjen) membuat konsep kesekretariatan ideal yang dituangkan dalam kertas kerja. Selanjutnya, usulan masing-masing konsep kesekretariatan AACC akan dikaji terlebih dulu dan kemudian disepakati dalam Kongres ketiga AACC di Nusa Dua Bali April 2016 mendatang.         

“Nantinya, semua konsep kesekretariatan AACC dikaji dulu oleh semua Sekjen, lalu hasilnya dibahas dan disepakati dalam Kongres AACC ketiga,” ujar Arief saat memimpin rapat board of member meeting yang dihadiri 12 delegasi AACC di Hotel Fairmont Jakarta, Jum’at (14/8).

Sebelumnya, MK Korea dan MK Indonesia telah menyatakan kesiapannyadan tata kerja termasuk Sember Daya Manusia dan keuangan. Soalnya, akan banyak manfaat apabila sekretariat tetap AACC dibentuk, salah satunya bisa menjadi pusat kajian putusan MK se-Asia.





The Promotion and Protection of Citizen’s Constitutional Rights” observer.


Afghanistan, Azerbaijan, Kazakhtan, Korea, Malaysia, Pakistan, Filipina, Rusia, Tajikistan, Thailand, Turki, Uzbekistan, Mongolia, Kirzigstan, dan Myanmar.

Pengaduan Konstitusional
Sementara itu, agenda utama pertemuan AACC ini yakni Simposium Internasional mengenai Constitutional Complaint

Di Turki, misalnya, ada kasus seorang advokat (wanita) memakai jilbab dalam persidangan diusir hakim. Soalnya, ada larangan memakai jilbab bagi wanita dalam setiap sidang di pengadilan. Namun, larangan ini dipersoalkan hingga akhirnya MK Turki mengabulkan pengaduan konstititusional ini dan membolehkan memakai jilbab dalam persidangan karena bagian dari hak asasi.
Tags:

Berita Terkait