Majelis Hakim MK, Moh Mahfud MD mengatakan bahwa permohonan pemohon dan tanggapan pemerintah sudah jelas. Lalu, ia menawarkan kepada kedua belah pihak apakah perlu bersidang lagi dengan menghadirkan ahli. Baik pemohon dan pemerintah menjawab cukup.
“Oleh sebab itu, kita minta pemohon dan pemerintah untuk menyerahkan berkas kesimpulan paling lambat diterima kepaniteraan MK pada 21 Juni. Selanjutnya Mahkamah akan menjadwalkan sidang untuk menjatuhkan putusan, sidang ditutup,” kata Mahfud.
Permohonan ini diajukan oleh terpidana korupsi, Herlina Koibur yang telah divonis bersalah selama 4 tahun oleh Majelis Kasasi MA sesuai pidana minimal yang diancam pasal itu. Ketentuan pidana minimal 4 tahun dalam Pasal 2 ayat (1) seperti yang dijatuhkan kepada pemohon itu dinilai sangatlah tidak adil dan proporsional karena tidak sesuai peran pemohon dalam perkara korupsi yang didakwakan.
Menurutnya, aturan pidana minimal itu memasung jaksa dan hakim untuk menuntut dan menghukum seseorang tanpa mempertimbangkan kualitas peran perbuatan terdakwa. Sebenarnya pemohon tidak keberatan dengan hukuman yang dijatuhkan, asalkan sesuai proporsi dan peran perbuatan terdakwa dalam kasus itu.
Karena itu, dalam petitumnya pemohon agar Mahkamah menyatakan frasa “pidana penjara paling singkat 4 tahun” dalam Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor konstitusional bersyarat (conditionally constitusional).
Dalam arti, sepanjang seseorang yang didakwa dan terbukti secara aktif melakukan Tipikor sesuai Pasal 2 ayat (1) layak dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun. Tetapi, jika seseorang yang didakwa dan terbukti tidak berperan secara aktif dapat dipidana di bawah 4 tahun penjara.
Untuk diketahui, pemohon adalah terpidana berdasarkan putusan MA No. 2526 K/Pidsus/2010 tanggal 9 Juni 2011 yang divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Sama dengan putusan majelis Pengadilan Negeri Biak tanggal 17 Maret 2010. Namun, Majelis Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura menjatuhkan pidana yang lebih ringan yakni 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
PT Jayapura mempertimbangkan bahwa meskipn terdakwa ditunjuk lewat SK Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Supiori sebagai pelaksana kegiatan, tetapi dalam pelaksanaan pekerjaan itu, terdakwa tidak dilibatkan secara langsung sesuai fungsinya sebagai pelaksana kegiatan.
Menurut pemohon, perbedaan pendapat dalam lamanya pidana antara PT Jayapura dengan PN Biak dan MA mengakibatkan perlakuan tidak adil dan proporsional bagi pemohon. Hal jelas melanggar hak konsttitusional pemohon sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.