Awas ‘Jebakan’ Penyalahgunaan Wewenang dalam Penerbitan Izin Pertambangan
Berita

Awas ‘Jebakan’ Penyalahgunaan Wewenang dalam Penerbitan Izin Pertambangan

Pejabat pemerintahan yang mengabaikan permohonan warga bisa digugat menggunakan dalil fiktif positif.

Oleh:
Muhammad Yasin/NEE
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: Potensi Kerugian Negara di Sektor Minerba, Sekira Rp54,4 Triliun).

Kolega Harsanto di Fakultas Hukum UI, Tri Hayati, juga mewanti-wanti pejabat pemerintahan agar mematuhi putusan PTUN yang menggunakan prinsip fiktif positif. Jika suatu putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, pejabat pemerintah masih enggan menjalankan putusan TUN tersebut, resiko hukumnya besar. “Masuk penyalahgunaan wewenang, bisa dipidana,” ujarnya kepada Hukumonline ketika dihubungi via telepon.

Larangan penyalahgunaan wewenang itu tegas disebut dalam Pasal 17 ayat (1) UU Administrasi Pemerintahan. Tindakan itu bisa meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang, dan bertindak sewenang-wenang. Meskipun eksekusinya tak mudah, Tri Hayati mengingatkan penyalahgunaaan wewenang tak dapat dibenarkan, apalagi jika sudah ada perintah pengadilan. “Tidak mematuhi pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap bisa dipidana,” tegas dosen yang sering melakukan kajian terhadap izin pertambangan itu.

Senada, Era Purnama Sari menyebutkan pejabat pemerintahan tak menjalankan putusan PTUN bisa dikenakan sanksi administrasi sesuai tingkat kesalahan. Jika sudah ada putusan pengadilan pengadilan dan pejabat pemerintahan tidak patuh, kepadanya bisa dikenakan Pasal 216 KUH Pidana. Meskipun begitu, Era yakin dalam kasus putusan PTUN Padang, gubernur akan mengedepankan kepentingan publik. “Mari kita bersama-sama mendorong dan mendukung Gubernur untuk mencabut izin-izin tambang bermasalah,” paparnya.

Tri Hayati mengingatkan para pejabat pemerintahan tentang mekanisme fiktif positif dan resiko hukumnya jika tidak menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Jangan sampai para pejabat pemerintahan tidak tahu resiko ini dalam menjalankan tugas, khususnya menerbitkan izin-izin pertambangan.  Pasal 21 UU Administrasi Pemerintahan menyebutkan pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan memutuskan ada tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pejabat pemerintah.

Melindungi hak masyarakat

Fiktif positif dikenal dalam UU Administrasi Pemerintahan. Sederhananya jika ada pihak ketiga mengajukan permohonan izin ke pejabat pemerintah. Jika dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan undang-undang si pejabat tak merespons dalam arti menerbitkan keputusan (menerima atau menolak) atau tidak melakukan tindakan tertentu, maka oleh hukum sikap pejabat tersebut dianggap menerima permohonan. Prinsip ini adalah kebalikan dari fiktif negatif yang selama ini dianut dalam UU Peradiln Tata Usaha Negara. Namun untuk menentukan atau menilai sikap pejabat pemerintah itu tetap harus melalui penetapan hakim. Itulah yang telah dilakukan, misalnya, LBH Padang. Mereka meminta agar gubernur mencabut 26 izin pertambangan di Sumatera Barat.  

Tri Hayati berpendapat adopsi prinsip fiktif positif dimaksudkan untuk melindungi hak atau kepentingan masyarakat yang sudah mengajukan permohonan berdasarkan prosedur yang benar. Jangan sampai pemohon menunggu lama, menghabiskan biaya dan waktu, tapi keputusannya tidak jelas. “Agar pejabat tidak menelantarkan, tidak bertindak sewenang-wenang,” jelasnya.

(Baca juga: Hakim Perlu Berhati-Hati Menerapkan Perluasan Makna KTUN).

Harsanto Nursadi melihat titik rawan dalam perizinan ada pada ‘demand’ dan ‘supply’ pada kendali negara pada sesuatu yang terbatas. Misalnya, hutan atau tambang yang terbatas. Pemberiannya sangat spesifik, harus sesuai persyaratan, harus benar lokasinya, harus dipastikan benar luasnya. Di sinilah penawaran dan permintaan itu bertemu. “Mereka memakai segala cara untuk mendapatkan keputusan, izin yang sangat terbatas tadi”.

Transparansi adalah salah satu solusi yang ditawarkan Harsanto. Pemberian izin harus transparan, prosedurnya jelas, biaya yang diwajibkan jelas, dan ada proses pengecekan pada pemenuhan persyaratan izin. Jangan sampai syarat belum terpenuhi izin sudah keluar, Jika itu terjadi, besar kemungkinan bagi pejabat pemerintah terjerat penyalahgunaan wewenang. Agar tidak terjadi, ikuti semua mekanisme dan persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

UU Administrasi Pemerintahan mungkin bisa dibaca sebagai ‘pedoman’ cara pengambilan keputusan yang benar.

Tags:

Berita Terkait