Bahasa Hukum: Mengembalikan ‘Mandat’
Utama

Bahasa Hukum: Mengembalikan ‘Mandat’

Di tengah pro kontra atas revisi UU No. 30 tahun 2002, pimpinan KPK menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden. Ada yang menyebutkan sebagai pengembalian mandat. Benarkah?

Oleh:
Muhammad Yasin/Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Algemene Wet Bestuursrecht mengartikan mandat sebagai het door een bestuursorgaan aan een ander verlenen van de bevoegheid in zijn naam besluiten te nemen (Mandat adalah kewenangan yang diberikan suatu organ pemerintahan kepada organ lain untuk atas namanya mengambil keputusan). Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia, terutama sebelum amanademen UUD 1945, Presiden disebut sebagai mandataris MPR.

Sumber kewenangan

Dalam kajian hukum administrasi negara, mandat adalah salah satu sumber perolehan kewenangan bagi pejabat atau badan pemerintahan. Selain lewat mandat, kewenangan dapat diperoleh melalui atribusi, atau delegasi. Atribusi adalah pemberian kewenangan kepada badan atau pejabat pemerintahan oleh UUD 1945 atau Undang-Undang. Delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.

Menurut W Riawan Tjandra (2018: 98), dalam hukum administrasi negara, sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan sangat penting. Setiap tindakan pemerintahan harus bertumpu pada kewenangan yang sah. Ini juga berkaitan erat dengan sistem pertanggungjawaban hukum (rechtelijke verantwoording system) dalam penggunaan wewenang tersebut. Bukankah ada prinsip hukum ‘tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban’ (geen bevoegheid zonder verantwoordelijkheid, there is no authority without responsibility)?

Suatu mandat dapat diperoleh melalui dua cara. Pertama, ditugaskan oleh badan atau pejabat yang di atasnya. Kedua, merupakan pelaksanaan tugas rutin. Tugas rutin di sini bermakna sebagai pelaksanaan jabatan atas nama pemberi mandat yang bersifat pelaksanaan tugas jabatan dan tugas sehari-hari. Jika Anda pernah mendengar Plh atau Plt, maka para pejabat ini sedang mendapatkan mandat.

(Baca juga: Ini Dia Kewenangan Plh dan Plt dalam Aspek Kepegawaian).

Ada ketentuan yang mensyaratkan bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan yang menerima mandat harus menyebutkan atas nama badan atau pejabat pemerintah yang memberikan mandat. Maka dalam tata naskah dinas, dikenal singkatan a.n (atas nama), u.b (untuk beliau), m.m (melaksanakan mandat), dan m.t (melaksanakan tugas).

UU Administrasi Pemerintahan tegas menentukan bahwa badan atau pejabat pemerintah yang memperoleh wewenang melalui mandat, tanggung jawab kewenangannya tetap ada pada pemberi mandat. Ditegaskan pula bahwa pihak yang memperoleh wewenang berdasarkan mandat tidak berwenang mengambil keputusan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.

Philipus M Hadjon, sebagaimana dikutip W Riawan Tjandra (2018: 102) membedakan mandat dari delegasi.  Dalam delegasi, prosedur pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lain melalui peraturan perundang-undangan, dengan ciri tanggung jawab dan tanggung gugat beralih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak dapat menggunakan  wewenang itu lagi kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang pada asas contrarius actus. Artinya, setiap perubahan, pencabutan suatu aturan pelaksanaan perundang-undangan dilakuka  oleh pejabat yang menerbitkan peraturan dimaksud dan ditetapkan melalui peraturan sederajat atau lebih tinggi. Sementara, prosedur pelimpahan mandat adalah dalam rangka hubungan atasan bawahan yang bersifat rutin. Tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada di tangkan pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat menggunakan sendiwi wewenang yang dilimpahkan itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait