Bamsoet Minta Polisi Tak Hanya Tindak Tegas Premanisme Debt Collector, tetapi Juga Perusahaan Leasing
Pojok MPR-RI

Bamsoet Minta Polisi Tak Hanya Tindak Tegas Premanisme Debt Collector, tetapi Juga Perusahaan Leasing

Debt collector tidak memiliki landasan hukum dan kewenangan untuk menarik kendaraan debitur secara paksa.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo. Foto: istimewa.
Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo. Foto: istimewa.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi langkah tegas Pangdam Jaya Mayjen TNI, Dudung Abdurachman; Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran; serta aparat gabungan TNI dan kepolisian menangkap sebelas orang debt collector yang melakukan aksi premanisme dengan mengepung mobil yang dikendarai anggota TNI Serda Nurhadi di Koja, Jakarta Utara. Bamsoet juga meminta kepolisian menindak tegas oknum PT ACK dan meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sanksi berat kepada perusahaan leasing Clipan Finance sesuai kewenangan yang diberikan negara kepada OJK.

 

Hal tersebut harus menjadi pelajaran, tidak saja bagi para debt collector, tapi juga bagi perusahaan leasing lainnya agar tidak seenaknya bertindak. Terlebih tindakan pengambilan paksa kendaraan bisa dijerat Pasal 362 dan/atau Pasal 365 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP).

 

"Debt collector tidak memiliki landasan hukum dan kewenangan untuk menarik kendaraan debitur secara paksa. Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, menegaskan bahwa perusahaan pemberi kredit (leasing) atau kuasanya (debt collector) tidak bisa mengeksekusi objek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan atau rumah secara sepihak. Polisi harus menindak tegas aksi premanisme debt collector yang nekat mengambil paksa kendaraan debitur secara sepihak," ujar Bamsoet, di Bali, Selasa (11/5). 

 

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, dalam putusan MK tersebut diatur kreditur atau kuasanya (debt collector) harus terlebih dahulu meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk bisa menarik objek jaminan fidusia. Mereka juga tetap boleh melakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi. 

 

"Kewajiban debitur menyelesaikan piutangnya merupakan satu sisi yang tidak boleh dijadikan alasan melakukan teror yang disertai penggunaan kekerasan, ancaman, maupun penghinaan terhadap martabat debitur," jelas Bamsoet. 

 

Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menerangkan, debt collector yang menyita sepihak atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitur secara melawan hukum, dapat dilaporkan ke polisi. Perbuatannya bisa dijerat Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan maka juga bisa dijerat dengan Pasal 365 ayat (1) KUHP. 

 

"Kreditur sebagai pihak yang memberi kuasa terhadap debt collector punya peran besar menegakan etika penagihan. Antara lain dilarang memaki, dilarang menggunakan ancaman/kekerasan/mempermalukan, tidak menagih kepada pihak yang tidak berhutang walaupun itu adalah keluarga debitur, serta tidak menagih di luar jam kerja yang bisa mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat," pungkas Bamsoet.

Tags: