Gita Putri Damayana, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyampaikan tanggapan soal banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) berpendidikan sarjana hukum atau pascasarjana hukum. “Membawa suara konstituen dengan baik tidak perlu latar belakang hukum,” kata peneliti sekaligus dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini kepada Hukumonline.
Di sisi lain, Gita mengakui anggota DPR yang punya latar belakang hukum menjadi nilai plus. Namun bukan hal penentu keberhasilan kerjanya, “DPR sudah didukung banyak tenaga ahli hukum dan tim perancang yang terlatih. Lengkap,” kata Gita lagi. Tanggapan ini diberikan untuk data yang Hukumonline himpun dari portal resmi DPR RI soal jumlah anggotanya yang lulusan hukum mencapai 15% dari total 575 anggota.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tercatat menjadi yang paling banyak diisi lulusan hukum disusul Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi yang paling sedikit dengan masing-masing hanya satu orang lulusan hukum.
“Satu hal yang penting adalah anggota DPR bisa membawa suara konstituen, menjembatani kebutuhan konstituen dengan temuan lain yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah saat membentuk hukum,” kata Gita menegaskan.
Baca Juga:
- Sarjana Hukum Bukan Jaminan Mutu, Simak 3 Tips Pilih Anggota DPR
- Perlukah Lebih Banyak Sarjana Hukum di Kursi Anggota DPR?
Pendapat Gita ini didukung Titi Anggraeni, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Titi mengakui semakin banyak undang-undang yang mendapat respon negatif dari masyarakat. Namun, persoalannya bukan karena butuh lebih banyak orang berpendidikan hukum di kursi DPR.
“Yang krusial adalah DPR diisi orang-orang yang mau dan mampu menjalankan amanah rakyat. Bukan mereka yang hanya memuaskan hasrat kekuasaan,” kata Titi saat dihubungi secara terpisah.