Banyak Penyimpangan Profesi Psikolog, Himpsi Akan Ajukan RUU Psikologi
Utama

Banyak Penyimpangan Profesi Psikolog, Himpsi Akan Ajukan RUU Psikologi

Disinyalir, sekarang banyak profesi yang melakukan tugas-tugas yang seharusnya hanya bisa dilakukan psikolog.

Oleh:
Nay
Bacaan 2 Menit
Banyak Penyimpangan Profesi Psikolog, Himpsi Akan Ajukan RUU Psikologi
Hukumonline

Oleh sebab itu, dalam draf RUU Psikologi yang diajukan oleh Himpsi (lihat http://himpsi.org/ORGANISASI/RUUdraft6.htm ), soal sertifikasi dan izin praktik diatur secara ketat. Mereka yang melakukan praktik psikologi tanpa memiliki Sertifikasi Kompetensi Keprofesian Psikologi dan Surat Izin Praktik Psikologi diancam pidana penjara selama paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp150 juta.

Bahkan, mempekerjakan seseorang yang tidak memiliki Surat Izin Praktek psikologi untuk melakukan praktik psikologi juga diancam pidana penjara selama paling lama 10 tahun.

Rahasia negara

Yang cukup mengejutkan, dalam draf tersebut dinyatakan mereka yang menggunakan, memperjualbelikan alat tes dan seluruh perangkat alat tes psikologi, termasuk kunci jawaban, mendapat ancaman pidana yang sama, yaitu paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp300 juta. Padahal, selama ini buku-buku berisi soal-soal psikologi dapat dengan mudah dijumpai di berbagai toko buku.

Menurut Rahmat, alat tes psikologi termasuk rahasia negara sehingga harus dijaga dan tidak bisa dijadikan pengetahuan umum. Namun, ia menambahkan, tidak semua alat tes psikologi merupakan rahasia negara.

Yang merupakan rahasia negara adalah alat tes yang hanya dapat digunakan oleh psikolog, seperti yang biasa digunakan untuk rekrutmen dan penelitian masalah intelegensia dan kepribadian, serta alat tes yang hanya dapat digunakan oleh psikolog klinis, yaitu masalah psikologi yang berat yang menyangkut penyakit kejiwaan.  Sementara untuk tes psikologi model kuis seperti yang banyak terdapat di majalah, dapat digunakan oleh masyarakat awam.

Hal lain yang diatur dalam draft RUU Psikologi adalah soal psikolog warga negara asing. Menurut Rahmat, banyak konsultan asing yang melakukan pemeriksaan psikologis di Indonesia dengan menggunakan alat-alat yang belum tentu bebas nilai (value free).

Selama ini, alat tes psikologi yang dikembangkan di Indonesia sudah menggunakan norma Indonesia. Sementara ada alat tes yang langsung diterjemahkan dari bahasa asing tanpa disesuaikan. Padahal alat itu dibuat sesuai dengan norma yang berlaku di negara yang berbeda dengan Indonesia.

Rahmat mencontohkan tes yang kini sudah tidak digunakan lagi yang berisi 25 pertanyaan, dari yang termudah sampai yang paling sulit. Pertanyaan dalam soal tes nomor 24, atau yang tersulit kedua adalah apakah Al Quran itu.

"Buat orang di Eropa atau AS mungkin kalau bukan orang pinter tidak tahu. Tapi di Indonesia, tukang becakpun pasti bisa jawab," tukasnya.

Rencananya, ungkap Rahmat, RUU ini akan diajukan pada awal Januari 2005 lalu. Namun karena bencana tsunami, maka pengajuan RUU tersebut ditunda. Dikemukakan pula pada masa DPR periode 1999-2004, Himpsi telah bertemu dengan Ketua DPR dan fraksi-fraksi. Menurut Rahmat, mereka menyambut baik usul Himpsi dan menganggap keberadaan RUU psikologi sebagai sesuatu yang penting.

Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) akan mengajukan Rancangan Undang-undang Psikologi ke DPR. RUU ini dibuat karena banyak terjadi penyimpangan dalam profesi psikolog. Ketua Himpsi, Rahmat Ismail, menyatakan saat ini banyak profesi yang bukan psikolog, melakukan tugas-tugas yang seharusnya hanya bisa dilakukan oleh seorang psikolog. Misalnya, melakukan rekrutmen. Padahal, kata Rahmat, rekrutmen jelas-jelas merupakan kompetensi dari psikolog.

Dikatakannya, untuk menilai intelegensia seseorang, naik turunnya emosi seseorang atau untuk melihat kepribadian seseorang harus berdasarkan pemeriksan berupa psikotes. Hasil psikotes hanya bisa dianalisis oleh mereka yang menguasai psikodiagnostik atau ilmu yang mempelajari diagnosa alat-alat tes.

"Saya melihat di Indonesia  saat ini, orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk psikodiagnostik,mereka sudah melakukan pemeriksaan psikologis di tempat umum," papar Rahmat. 

Rahmat mencontohkan adanya lembaga yang membuat bimbingan psikotes. "Psikotes itu tidak pakai bimbingan. Pokoknya malamnya tidur yang nyenyak, segar badannya, bisa bekerja secara optimal, ya sudah. Ini kan potret diri," tukas Rahmat.

Contoh lain adalah adanya lembaga yang datang ke Sekolah Dasar menawarkan test IQ dengan membayar Rp5000. Setelah ditelusuri oleh Himpsi, ternyata tes itu samasekali bukan tes IQ, melainkan hanya sebuah tes kepribadian yang disebut  Drawing A Man  dan tidak ada psikolog yang bekerja disitu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: