Bareskrim Harus Transparan, Tak Berhenti di Perusahaan Farmasi Kasus Gagal Ginjal Akut
Terbaru

Bareskrim Harus Transparan, Tak Berhenti di Perusahaan Farmasi Kasus Gagal Ginjal Akut

Patut mempertanyakan pengawasan yang dilakukan BPOM terhadap obat yang beredar yang tidak maksimal, apakah disebabkan terbatasnya kewenangan, SDM, kelalaian prosedur atau adanya kendala.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Penetapan tersangka terhadap dua perusahaan farmasi dalam kasus gagal ginjal akut yang dilakukan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) mesti berjalan transparan dan akuntabel. Tak kalah penting, penyidik Bareskrim dalam pengusutan kasus tersebut tak boleh berhenti hanya pada dua perusahaan farmasi, tapi mesti mengembangkan lebih jauh. Setidaknya agar semua pihak yang bertanggung jawab dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana dan perdata.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Arsul Sani berpendapat dalam kasus yang bersifat nasional dan menarik perhatian publik, proses penegakan hukum mulai tahap penyelidikan hingga penyidikan mesti berjalan secara terbuka. Soalnya, kasus yang menimpa korban anak-anak itu amat merugikan masyarakat Indonesia.

Arsul yakin betul, penyidik Bareskrim mampu membuktikan terjadinya tindak pidana yang diduga dilakukan para tersangka berdasarkan alat bukti yang dikantonginya. Tentunya, pembuktian dilakukan secara adil dan terbuka. Dengan demikian, penegakan hukum berkeadilan yang diharapkan masyarakat dapat terwujud. Dengan penegakan hukum yang berkeadilan dan transparan, maka Bareskrim tak boleh tebang pilih dalam menuntaskan kasus gagal ginjal akut.

“Bareskrim Polri perlu melakukan penegakan hukum secara transparan dalam kasus ini dengan tidak tebang pilih atau pendekatan 'sampling' dan tidak limitatif dengan hanya mentersangkakan pihak tertentu,” ujarnya melalui keterangannya, Minggu (20/11/2022).

Terpisah, anggota Komisi IX Netty Prasetiyani menyatakan dukungannya terhadap kepolisian yang memproses pidana serta kejaksaan yang berencana menempuh opsi melakukan gugatan secara keperdataan. Menurutnya, penetapan tersangka terhadap dua perusahaan farmasi dalam kasus gagal ginjal akut progresif atipikal yang dialami anak-anak harus berjalan dan terus dikembangkan hingga tuntas.

Dia mengingatkan Bareskrim, agar pengusutan kasus tersebut dilakukan hingga soal bagaimana sistem pengawasan pemerintah terhadap peredaran obat yang berlaku selama ini. Apalagi, kasus tersebut penyebabnya diduga bahan baku obat yang tercemar. Menurutnya, terdapat Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang mengawasi obat dan makanan dapat mencegah sejak awal bila bekerja secara ketat.

Karenanya, kata Netty, patut dipertanyakan pengawasan yang dilakukan BPOM terhadap obat yang beredar. Kemudian mekanisme pengawasan yang dilakukan belum maksimal akibat keterbatasan kewenangan, sumber daya manusia (SDM), kelalaian prosedur atau adanya kendala. Baginya, sejumlah pertanyaan tersebut mestinya dapat dijelaskan BPOM, mulai soal pengawasan pre-market maupun post-marketnya, sedari obat yang diproduksi di dalam negeri maupun obat impor.

Tags:

Berita Terkait