Basuki Rekso Wibowo: Penyusunan Hukum Acara Perdata Nasional Sudah Mendesak
Mengupas Hukum Acara Perdata:

Basuki Rekso Wibowo: Penyusunan Hukum Acara Perdata Nasional Sudah Mendesak

DPR dan Pemerintah sudah membahas RUU KUH Pidana, sedangkan hukum acara pidana sudah selesai diundangkan sejak 1981.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Sehingga yang dilakukan selama ini tambal sulam dengan Perma. Maka ini yang menyulitkan dalam praktik hukum acara perdata kita. Meskipun kita akui hukum acara perdata yang sifatnya khusus di lingkungan pengadilan khusus ada seperti pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, dan kepailitan, tapi induknya kan tidak berubah. Saya melihat tidak ada kesungguhan dari pemerintah dan parlemen untuk segera merevisi hukum acara perdata yang ada selama ini. Tidak sungguh-sungguh untuk diubah, padahal ini urgen.

 

(Baca juga: Ini yang Harus Diperhatikan dalam Pembentukan RUU Hukum Acara Perdata)

 

BPHN sudah lama persiapkan itu (RUU). Terakhir Agustus lalu. Ini selalu di-update. Terakhir ikut FGD di BPHN saya tekankan BPHN harus terus mendorong Kementerian Hukum dan HAM  memasukkan ini sebagai RUU inisiatif pemerintah. Kalau diserahkan inisiatifnya ke parlemen sulit. Parlemen lebih sibuk ngurusi hal lain daripada tugas dan fungsinya. Mereka lebih memilih UU yang ‘seksi,’ yang menurut mereka mendesak.

 

Apakah Puslitbang MA sudah pernah lakukan kajian terkait hukum acara perdata?

Selama ini tidak komprehensif membahas hukum acara perdata tapi secara parsial. Terkait tentu dengan peradilan, seperti tata eksekusi, sita, jadi bersifat parsial, tidak komprehensif. Kalau Hukum Acara Perdata kan dibahas dari mulai mengajukan gugatan sampai eksekusi. Kita belum melakukan itu. Yang sudah lakukan itu BPHN karena tugas dia sebagai badan pembinaan hukum nasional, kalau MA kan tugasnya menerima memeriksa dan memutus perkara bukan membahas UU nya. Kita ini ibaratnya user. Jadi belum ada kajian.

 

Bagaimana melihat peluang ke depan revisi hukum acara perdata?

Undang-Undang itu mestinya bisa inisiatif pemerintah atau DPR. Akan lebih baik kalau inisiatif pemerintah, BPHN sudah punya draft dan naskah akademik tinggal ini didorong untuk masuk pembahasan di parlemen. Kalau mengharapkan dibuat DPR kita tidak bisa membayangkan kapan selesainya.

 

Saya mengingatkan BPHN kalau mereka menunggu draft itu sempurna maka tidak akan mungkin. Selengkap apapun Undang-Undang pasti ada yang tidak lengkap, pasti ada hal baru yang tidak terjangkau oleh pembuat Undang-Undang ketika itu. Jadi, kalau dirasa sudah cukup ya sodorkan saja untuk dibahas di DPR. Perkara nanti muncul hal baru, setelah RUU itu disahkan, ya ke depannya UU itu bisa direvisi. Atau bisa juga membuat rumusan teks norma yang elastis sehingga kekosongan hukum itu bisa diisi oleh tafsir. Jadi tidak usah tunggu sempurna karena tidak akan sempurna.

 

Basuki Rekso Wibowo menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Surabaya. Pendidikan sarjana hingga doktor ilmu hukum diselesaikan di Universitas Airlangga. Ia terlibat dalam banyak penelitian dan bidang hukum baik di kampus maupun ketika berkarir di Puslitbang Kumdil Mahkamah Agung. Misalnya, penelitian tentang standar nasional penyelesaian tilang, pengurangan arus perkara kasasi dan PK, restatemen tentang pembeli yang beriktikad baik, dan termasuk pula anggota tim penyusun RUU Jabatan Hakim.

 

Untuk draft RUU Hukum Acara yang ada sekarang, apakah norma yang tercantum sudah mengakomodasi perkembangan yang ada sekarang?

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait