Batas Halal Praktik Homoseksual dalam Pandangan Pengadilan Indonesia
Utama

Batas Halal Praktik Homoseksual dalam Pandangan Pengadilan Indonesia

Sudah ada kepastian hukum berdasarkan KUHP dan KUHPM. Secara umum hukum publik di Indonesia cukup longgar membatasi perbuatan homoseksual oleh warga negara sipil. Aturan lebih ketat hanya berlaku bagi prajurit militer.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 5 Menit
Batas Halal Praktik Homoseksual dalam Pandangan Pengadilan Indonesia
Hukumonline

Artikel ini telah dipublikasikan sebelumnya di Premium Stories. Temukan ulasan pengadilan penting, isu dan tren hukum terkini lainnya hanya di Premium Stories. Berlangganan sekarang hanya Rp42rb/bulan dan nikmati sajian produk jurnalisme hukum terbaik tanpa gangguan iklan. Klik di siniuntuk berlangganan.

Apakah homoseksual adalah kejahatan yang bisa dipidana di Indonesia? Jawabannya bisa iya dan tidak, tergantung definisi dan wujud perbuatan homoseksual yang dimaksud. Merujuk artikel jurnal berjudul Penyimpangan Orientasi Seksual (Kajian Psikologis dan Teologis), istilah homoseksual bisa dilihat dari dua aspek.

Pertama, homoseksual sebagai rasa ketertarikan secara seksual (sexual orientation) kepada sesama jenis, baik sesama laki-laki maupun sesama perempuan kepada perempuan. Kedua, istilah ini juga bisa digunakan untuk merujuk kepada kegiatan seksual (sexual acts or behavior) yang dilampiaskan kepada sesama jenis.

Penelusuran Hukumonline menunjukkan tidak ada larangan khusus oleh hukum Indonesia bagi orientasi seksual penyuka sesama jenis. Artinya, tidak ada hukum yang bisa menjerat kondisi mental yang homoseksual di Indonesia. Pengakuan diri secara terbuka sebagai homoseksual di Indonesia sama sekali bukan pelanggaran hukum. Namun, beberapa perbuatan konkret yang mengekspresikan homoseksual bisa dipidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang berlaku.

“Perbuatan homoseksual dalam KUHP masuk dalam perbuatan cabul. Hal itu karena tidak diakui sebagai zina atau perkosaan jika sesama jenis. Acuannya adalah sexual intercourse harus terjadi pada lawan jenis. Oleh karena itu dalam KUHP hanya bisa masuk dalam tindak pidana perbuatan cabul,” kata Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso kepada Hukumonline.

Baca juga:

Topo menjelaskan bahwa ukuran sexual intercourse adalah ada aktivitas dua jenis alat kelamin yang umum dikenal. Pertemuan alat kelamin pria dengan alat kelamin perempuan masih menjadi acuan utama terjadinya sexual intercourse. Topo mengakui bahwa jangkauan perbuatan cabul memang sangat luas karena meliputi segala kejahatan seksual yang belum mengarah pada sexual intercourse.

Tags:

Berita Terkait