Batasan Business Judgment Rule dengan Tindak Pidana Bagi Direksi Korporasi
Kolom

Batasan Business Judgment Rule dengan Tindak Pidana Bagi Direksi Korporasi

Tidak ada niat jahat dan perbuatan jahat serta sesuai dengan aturan.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit

Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) ini juga berpendapat untuk menghindari hal tersebut maka direksi dalam mengambil keputusan harus memenuhi beberapa prinsip. Pertama, atas dasar iktikad baik, kedua, telah memperhatikan kepentingan dari perusahaan (fiduciary duty); ketiga, dalam pengambilan keputusan telah didasarkan pada pengetahuan/data yang memadai (informed basis); keempat, pengambilan keputusan tidak melakukannya dengan berhambur-hambur (duty of care) dan terakhir dalam pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kepentingan pribadi (loyalty).

“Kalau pidana harus ada niat dan perbuatan jahat, kalau dalam hukum rumusnya niat dan perbuatan jahat harus ada, kalau dia membunuh oh punya dendam, ingin menguasai hartanya, itu niat dan diwujudkan dengan perbuatan. Di pidana, niat tidak ada tapi perbuatan ada, misal supir bis menabrak orang. Jadi ketika direksi tidak punya niat jahat, dan tidak melakukan perbuatan jahat tapi ada kerugian negara” terangnya.

Tidak melanggar

Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Feri Wibisono lewat tayangan daring menyampaikan untuk proses pengadaan di sektor privat sifatnya sesuai kebutuhan. Sementara berkaitan dengan kerugian negara proses pengadaan harus punya ketentuan berbeda, begitu pula terkait dengan kerugian negara dalam perpajakan ada rezim yang berbeda.

Mantan Direktur Penuntutan pada Komisi Pemberantasan Korupsi ini juga menjelaskan berkaitan dengan keuangan negara hukum memberi satu rezim yang bersifat khusus, aturan-aturan berkaitan dengan hal tersebut bersifat khusus. “Itu yang terjadi mekanisme bersifat umum dan keuangan negara ada beberapa rules of the game, ada perbedaan di sini,” tuturnya.

Berkaitan dengan Business Judgement Rules (BJR) ada beberapa hal yang kerap jadi masalah pemahaman seperti tentang diskresi. Misalnya pada satu korporasi ada seseorang yang mempunyai jabatan berpandangan dengan jabatan itu ada diskresi. Sementara diskresi menurut hukum ternyata tidak seluas itu karena ada batasan-batasan sepanjang yang instrumen dalam hukum administrasi, dalam perusahaan di korporasi yang berlaku Business Judgement Rules.

“Saya jelaskan diskresi apakah betul semua orang yang punya posisi punya diskresi, pengadilan akan menilai banyak putusan baik di indo atau negara asing, diskresi punya kualifikasi ada beberapa syarat, pertama keadaan memaksa di mana aturan belum ada, tidak lengkap atau punya kewenangan untuk itu dan pelaksanaan harus dilakukan dengan norma hukum. Itu ada di UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” pungkasnya.

Sementara untuk kualifikasi BJR adalah direksi tidak dapat diminta tanggung jawab atas kerugian perusahaan sepanjang direksi tidak melanggar ketentuan benturan kepentingan, kerugian timbul karena keputusan sungguh-sungguh dan beriktikad baik, dan akuntabel. Hal inilah yang merupakan komponen syarat kualifikasi BJR berkaitan dengan tidak ada benturan kepentingan.

Salah satu landasan BJR di Indonesia adalah putusan di Pengadilan Amerika untuk sidang direksi yang merugikan perseroan. Dan di situ ada dua atau tiga putusan yang menyatakan pertanggungjawaban direksi termasuk BJR dan pengadilan tidak punya kewenangan memeriksa dan mengadili.

“Jadi keputusan ini sangat menarik sehingga jadi bahan kajian sejumlah ahli, tapi putusan tidak hanya itu, banyak sekali tapi karena itu bersifat common tidak spesifik sehingga pemahaman yang terlalu luas itu saya khawatir bisa lengah karena di pengadilan negara lain banyak putusan yang menghukum direksi berkaitan pelanggaran yang merugikan perseroan,” tuturnya.

Kemudian di Indonesia dengan rezim itu ada beberapa ketentuan yang menjadi sangat rawan yaitu berkaitan dengan risiko adanya tindak pidana korupsi. Menurut Feri banyak sekali kasus korupsi yang disidangkan di Pengadilan banyak dalil argumen dan eksepsi menggunakan dalil BJR, tapi putusan hakim baik tingkat pertama, banding, kasasi itu dalil BJR hanya disetujui tidak sampai 5 persen.

Tags:

Berita Terkait