Beban Pembuktian Riset ICW Berada di Penegak Hukum
Terbaru

Beban Pembuktian Riset ICW Berada di Penegak Hukum

Karena penegak hukum memiliki kewenangan, seperti memanggil orang yang mengetahui, melihat atau mendengar peristiwa pidana sesuai hukum acara pidana yang berlaku.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 6 Menit

Sedangkan penegak hukum dapat melangkah lebih jauh sesuai hukum hukum acara yang berlaku. Seperti memanggil orang-orang yang diduga mendengar, melihat dan mengetahui adanya dugaan tindak pidana untuk digali informasi lebih jauh terkait hasil riset ICW. Penegak hukum memiliki kewenangan memaksa seorang saksi yang diduga mengetahui, melihat atau mendengar sebuah peristiwa pidana. Bahkan bila mangkir dapat dijerap dengan Pasal 224 ayat (1) KUHP yang ancaman hukumannya maksimal 9 bulan penjara. “Jadi tidak cepat main somasi,” ujarnya.

Sasmito berpendapat kebenaran riset ICW semestinya ditindaklanjuti dengan upaya penyelidikan lebih lanjut. Apalagi, riset ICW dan upaya penegak hukum memiliki kesamaan dalam mencari kebenaran sebuah informasi. Dia menilai sebuah riset yang baik menjadi landasan bagi penegak hukum mengungkap sebuah kebenaran. “Apakah benar ada keterkaiatan pejabat publik, partai politik, dan oknum pebisnis?”

Hukumonline.com

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito Madrim. 

Pejabat sendiri yang buktikan

Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai permintaan Moeldoko agar ICW membuktikan apa yang didalilkan adalah tidak tepat. Ini membuktikan banyak pejabat negara tak mengetahui filosofi sebagai pejabat negara, tapi kecenderungan menyenangi berkuasa. Menurutnya, pejabat negara dengan sendirinya mereka harus membuktikan dirinya bersih, bukan malah menyuruh orang lain membuktikan diri pejabat bersih.

“Jadi bukan rakyat membuktikan dia bersalah, tapi dia membuktikan dirinya bersih. Pejabat itu yang harus membuktikan dirinya bersih,” kata Ray.

Dia meminta pejabat negara dapat memahami makna dari penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Menurutnya presiden dan kepolisian harus konsisten soal kritik terhadap pejabat negara menjadi bagian dalam kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN.

Apalagi Presiden Joko Widodo berulang kali meminta masyarakat berperan serta dengan memberikan kritik membangun terhadap pemerintahan. “Kalau pejabat yang mendapat prinsip gaji negara, dia harus membutkikan dirinya bersih. Oleh karena itu dia harus menjawab dengan riset dirinya bersih, bukan main mau polisi,” katanya.

Terpisah, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menilai somasi Moeldoko terhadap kajian ICW yang bisa berujung ke ranah pidana sangat prematur. “Saya kira masih prematur jika membawa hasil penelitian ke ranah hukum. Karena sifatnya penelitian, maka cukup dibalas dengan data dan fakta dari pihak yang keberatan,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait