Begini 17 Keunggulan RKUHP sebagai Hukum Pidana Nasional
Utama

Begini 17 Keunggulan RKUHP sebagai Hukum Pidana Nasional

Seperti pengaturan asas keseimbangan; rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas; pedoman pemidanaan; hingga mengatur pertanggungawaban mutlak (Strict Liability) dan pertanggungjawaban pengganti (Vicarious Liability).

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Anggota Tim Ahli dan Sosialisasi RKUHP, Prof Marcus Priyo Gunarto dalam diskusi yang digelar secara hybrid  bertajuk 'Dialog Publik RUU KUHP' di Bali, Selasa (27/9/2022). Foto: RFQ
Anggota Tim Ahli dan Sosialisasi RKUHP, Prof Marcus Priyo Gunarto dalam diskusi yang digelar secara hybrid bertajuk 'Dialog Publik RUU KUHP' di Bali, Selasa (27/9/2022). Foto: RFQ

Pengaturan hukum pidana peninggalan kolonial Belanda yang dituangkan dalam Wetboek van Strafrecht atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku saat ini telah berlaku 104 tahun di Indonesia. Upaya pembaharuan hukum pidana nasional telah dirancang dan dibahas para ahli sejak tahun 1963. Tentunya, puluhan tahun merancang hukum pidana nasional ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Dalam prosesnya banyak dinamika yang terjadi saat merancang RKUHP hingga masuk dalam pembahasan Prolegnas Tahun 2022.

Anggota Tim Ahli dan Sosialisasi RKUHP, Prof Marcus Priyo Gunarto mengatakan RKUHP telah dirancang oleh para ahli hukum pidana yang silih berganti akibat ada yang sudah mangkat (wafat). Tapi yang pasti, RKUHP memilki beberapa keunggulan dibandingkan dengan Wetboek van Strafrecht. Soalnya Wetboek van Strafrecht sebagai hukum pidana diterapkan terhadap masyarakat tidak terdapat terjemahan resminya.

“Kalau kita lihat dari draf dan identifikasi, itu ada 17 keungglan yang dimiliki RKUHP dibandingkan dengan Wetboek van Strafrecht,” ujar Prof Marcus Priyo Gunarto dalam diskusi yang digelar secara hybrid bertajuk “Dialog Publik RUU KUHP” di Bali, Selasa (27/9/2022).

Baca Juga:

Pertama, bertitik tolak dari asas keseimbangan. Bagi Prof Marcus, asas keseimbangan menjadi amat penting. Sebab hukum berasal dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Masyarakat yang melatarbelakangi lahirnya Wetboek van Strafrecht berbeda halnya dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat Indonesia. Bila Wetboek van Strafrecht cenderung lebih pada prinsip individualisme liberalisme. Sementara masyarakat Indonesia cenderung pada monodualisme yakni masyarakat yang menitikberatkan pada keseimbangan antara kepentingan umum dan individu.

Menurutnya, prinsip-prinsip dasar tersebut tertuang dalam Pancasila yang mengedepankan keseimbangan. Prinsip keseimbangan tertuang dalam konsideran butir C RKUHP yang menyebutkan, “Bahwa materi hukum pidana nasional juga harus mengatur keseimbangan antara kepentingan umum atau negara dan kepentingan individu, antara pelindungan terhadap pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan nilai universal, serta antara hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia,”.

“Jadi kalau melihat keseimbangan kepentingan umum dan individu sesuai dengan sistem nilai yang berlaku di negara kita. Nah kita tegaskan dalam penegakan hukum pidana nanti disamping ada perlindungan terhadap pelaku, juga bagi korban,” kata Prof Marcus.

Kedua, rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas. Melalui rekodifikasi mengatur kembali pasal-pasal dalam KUHP yang masih relevan. Selain itu, rekodifikasi terhadap pertumbuhan/perkembangan hukum pidana di luar KUHP sejak Indonesia merdeka. Begitu pula konvensi internasional mengandung hukum pidana yang telah diratifikasi. Termasuk perkembangan ilmu hukum pidana dan kriminologi, serta core crime tindak pidana khusus.

Dia berpendapat RKUHP masih memungkinkan adanya perkembangan pengaturan hukum pidana di luar KUHP di kemudian hari. Namun begitu, tidak semua delik di luar KUHP dimasukkan dalam RKUHP. Ketiga, tujuan pemidanaan. Dalam RKUHP mengatur tujuan pemidanaan diatur dalam Pasal 51. Seperti pencegahan, memasyarakatkan/rehabilitasi, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, serta penciptaan rasa aman dan damai. Termasuk, penumbuhan penyesalan terpidana.

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (FH UGM) itu melanjutkan poin berikutnya. Keempat, pedoman pemidanaan. Menurutnya, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan sebagai bagian dari pedoman dalam pemidanaan. Bila terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan.

Kelima, pertimbangan bagi hakim sebelum menjatuhkan pemidanaan. Menurutnya, harus membedakan faktor yang dipertimbangkan hakim terhadap natuurlijke person dan recht person. Natuurlijke person seperti bentuk kesalahan pelaku tindak pidana; motif dan tujuan melakukan tindak pidana; sikap batin pelaku tindak pidana; tindak pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak. Kemudian cara melakukan tindak pidana; sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana; pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku hingga nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Sementara recht person, seperti tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan; tingkat keterlibatan pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional; Korporasi dan/atau peran pemberi perintah; pemegang kendali; pemberi perintah; dan/atau pemilik manfaat Korporasi; hingga kerja sama korporasi dalam penanganan tindak pidana.

Keenam, penentuan sanksi pidana dengan menggunakan modified delphi method. Ketujuh, putusan pemaafan oleh hakim (judicial pardon). Kedelapan, pertanggungjawaban korporasi. Kesembilan, mengutamakan pidana pokok yang lebih ringan. Kesepuluh, perluasan jenis pidana pokok berupa pengawasan dan kerja sosial. Kesebelas, pembagian pidana dan tindakan ke dalam 3 kelompok yakni umum, anak, dan korporasi. Kedua belas, pidana denda diatur dalam 8 kategori. Ketigabelas, mengatur penjatuhan pidana mati secara bersyarat sebagai jalan tengah pro kontra pidana mati.

Kedua empat belas,mencegah penjatuhan pidana penjara untuk tindak pidana maksimum ancaman 5 tahun. Kelima belas, mengatur alternatif pidana penjara berupa pidana denda, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial. Keenam belas, mengatur pemidanaan dua jalur yaitu berupa pidana dan tindakan. Ketujuh belas, mengatur pertanggungawaban mutlak (Strict Liability) dan pertanggungjawaban pengganti (Vicarious Liability).

Sementara Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Moh Mahfud MD menegaskan pembentukan RKUHP menjadi politik hukum nasional. Menurutnya, KUHP peninggalan kolonial Belanda sudah tidak relevan dengan kondisi negara yang masyarakatnya telah merdeka dari penjajahan

“Hukum adalah pelayan masyarakat dimana hukum itu berlaku. Dimana ada masyarakat di sana ada hukumnya yang sesuai dengan ideologi pandangan dan kesadaran hukum di masyarakat itu,” katanya.

Tags:

Berita Terkait