Begini Alasan MK Tolak Syarat Pengajuan Banding Pajak
Berita

Begini Alasan MK Tolak Syarat Pengajuan Banding Pajak

MK juga menolak pengujian UU Pengadilan Pajak, UU MA, dan UU Kekuasaan Kehakiman terkait pengajuan PK hanya sekali.

Oleh:
CR-22
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Pajak di Jakarta. Foto: RES
Pengadilan Pajak di Jakarta. Foto: RES
Mahkamah Konstitusi (MK) secara bulat menolak pengujian Pasal 36 ayat (4) UU No.14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak terkait syarat pengajuan banding pajak dan Pasal II angka 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengenai penangguhan pembayaran pajak.

MK juga menolak aturan pengajuan peninjauan kembali (PK)hanya sekali dalam Pasal 89 ayat (1) UU Pengadilan Pajak, Pasal 66 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA) dan UU No. 48 Tahun 2009 tentang UU Kekuasaan Kehakiman. Alasannya, pasal-pasal tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945.    

“Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan bernomor 133/PUU-XIII/2015 di Gedung MK, Rabu (11/1). (Baca Juga : Syarat Pengajuan Banding Pajak Kebijakan Hukum Terbuka)

Sebelumnya, likuidator PT Textra Amspin, Nizarman Aminuddin mempersoalkan syarat pengajuan banding pajak dalam Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak dan Pasal II angka 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengenai penangguhan pembayaran pajak. Pemohon juga mempersoalkan aturan PK hanya sekali dalam Pasal 89 ayat (1) UU Pengadilan Pajak, Pasal 66 ayat (1) UU MA, Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman.

Pemohon keberatan atas pengenaan pajak terutang PT Textra Amspin yang turut memperhitungkan aset pribadi ke dalam aset perusahaan. Setelah keberatan ditolak Ditjen Pajak, Pemohon mengajukan banding yang kemudian Pengadilan Pajak menyatakan tidak dapat menerima karena Pemohon belum menyampaikan bukti pembayaran 50 persen pajak terutang sebagai syarat banding.

Demikian pula, saat diajukan PK juga dinyatakan tidak diterima. Pemohon hendak mengajukan PK kedua karena selama proses hukum ini tidak ada penundaan kewajiban pembayaran dan pelaksanaan penagihan pajak terutang. Namun, terhalang aturan PK hanya bisa dilakukan sekali yang sebenarnya sudah dibatalkan melalui putusan MK No. 34/PUU-XI/2013.

Dalam putusannya, Mahkamah menerangkan sesuai Pasal 9 ayat (3) UUKUP, kewajiban perpajakan bagi wajib pajak dianggap telah timbul dan dianggap telah dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan. Karena itu, saat wajib pajak mengajukan keberatan (banding) ke Pengadilan Pajak, saat itu utang pajaknya telah timbul.

Meskipun asasnya demikian, namun dalam sengketa pajak, belum dapat dipastikan pihak yang benar atau yang salah, apakah negara atau pemohon sebagai wajib pajak?. Atas dasar itu, dalam rangka menerapkan asas keseimbangan, negara tidak memaksakan wajib pajak untuk membayar seluruh pajak terutangnya, namun cukup membayar 50 persen dari pajak terutang (sebagai jaminan).

Selain itu, syarat membayar 50 persen pajak terhutang tersebut tidak terlepas dari kebutuhan negara akan kesinambungan pembangunan yang sumber utamanya dari penerimaan pajak. Apabila seluruh wajib pajak keberatan atas keputusan Direktorat Jenderal Pajak dan hukum acara di Pengadilan Pajak tidak mensyaratkan adanya kewajiban membayar sebesar 50 persen pajak terutang sebagai jaminan, dapat dipastikan negara akan mengalami defisit.

“Persyaratan membayar sebesar 50 persen pajak terutang sebagai jaminan untuk dapat mengajukan keberatan/banding, dipandang tidak menghalangi pemohon/wajib pajak dalam mendapatkan keadilan,” dalih Mahkamah dalam pertimbangan putusan. (Baca Juga : Di Pengadilan Pajak, Kuasa Hukum Harus Dapat Izin Ketua Pengadilan)  

Menurut Mahkamah, syarat membayar 50 persen pajak terutang dapat menjadi jalan tengah. Sebab, di satu sisi negara membutuhkan dana dari sektor pajak, di sisi lain wajib pajak akan mendapatkan kompensasi bunga apabila keberatan/bandingnya dikabulkan. Bahkan, pemohon/wajib pajak akan mendapatkan keuntungan dengan hanya membayar jaminan sebesar 50 persen dari pajak terutang.

“Karena itu, menurut MK, tidak ada hak konstitusional Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak,” tegasnya.  
Tags:

Berita Terkait