Begini Awal Mula Sengketa Pajak PGN dan DJP
Berita

Begini Awal Mula Sengketa Pajak PGN dan DJP

Sengketa terjadi karena ada perbedaan pemahaman objek pajak.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Mahkamah Agung dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) memutuskan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) harus membayar pajak senilai Rp3,06 triliun. Staf khusus Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga membeberkan kronologis terjadinya sengketa pajak tersebut yang mulanya diawali pada 2012.

Menurut Arya, pada 2012 PGN dinyatakan menang oleh pengadilan, namun ada upaya PK yang diajukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang kemudian dikabulkan. “Tapi sebelumnya, sudah ada peraturan keluar dari Direktur Jenderal Pajak bahwa objek pajak tersebut bukanlah objek pajak. Ini sudah mereka akui dari 2014 - 2017,” kata Arya seperti dilansir Antara.

Selama ini, Arya mengatakan PGN tidak mengutip pajak terhadap konsumen yang membeli gas. Hal ini berbeda jika seandainya PGN mengutip pajak dari konsumen dan tidak membayar pajak kepada negara. “Karena memang bukan objek pajak sehingga PGN tidak mengutip pajak. Jadi ini bukan soal bayar pajak ya, tapi soal itu objek pajak atau bukan," ujarnya.

Ia optimistis persoalan ini bisa diselesaikan dengan baik dan tidak akan membuat PGN rugi. “Kita yakin di Kemenkeu akan mensupport kita juga untuk hal ini,” ucapnya.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menyampaikan perseroan memiliki perkara hukum yaitu sengketa pajak dengan DJP atas transaksi Tahun Pajak 2012 dan 2013 yang telah dilaporkan di dalam catatan Laporan Keuangan Perseroan per 31 Desember 2017. Sengketa tahun 2013, lanjut dia, berkaitan dengan perbedaan pemahaman atas mekanisme penagihan perseroan.

“Sengketa tahun 2012 berkaitan dengan perbedaan penafsiran dalam memahami ketentuan perpajakan yaitu PMK-252/PMK.011/2012 (PMK) terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi," paparnya. (Baca Juga: DJP Tunjuk Enam dan Cabut Satu Pemungut PPN Digital)

Rahmat juga menjelaskan pihaknya memiliki perkara hukum yaitu sengketa pajak dengan DJP atas transaksi Tahun Pajak 2012 dan 2013 yang telah dilaporkan di dalam catatan Laporan Keuangan Perseroan per 31 Desember 2017 dan seterusnya, dengan 4 pokok sengketa.

Tags:

Berita Terkait