Begini Klarifikasi MA-KY Soal 5 Hakim Agung Disebut Cacat Syarat
Berita

Begini Klarifikasi MA-KY Soal 5 Hakim Agung Disebut Cacat Syarat

Sudah ada kesepakatan sebelumnya.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
seleksi CHA di KY. Foto: RES
seleksi CHA di KY. Foto: RES
Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) membantah tudingan Hakim Agung Gayus Lumbuun yang mengungkap 5 hakim agung dinilai cacat syarat lantaran belum memenuhi syarat 3 tahun menjadi hakim tinggi. Kedua lembaga ini menilai tudingan ini tendensius dan tidak berdasar. Sebab, praktiknya 5 hakim agung yang bersangkutan sebenarnya telah dianggap sebagai hakim tinggi senior dalam jabatan struktural di MA.

“Di UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA tidak ada syarat spesifik pengalaman hakim tinggi  harus pegang palu (menangani perkara). Jadi, sepanjang kita menilai hakim tinggi ini berpengalaman (jabatan struktural MA) kita anggap sebagai hakim tinggi senior yang pangkatnya sudah mentok, golongan IVd atau IVe,” ujar Juru Bicara MA Suhadi di Gedung MA, Senin (17/10).

Sebelumnya, ramai diberitakan, Hakim Agung Gayus Lumbuun mengungkap 5 hakim agung aktif belum memenuhi syarat alias cacat administrasi. Sebab, kelima hakim agung tersebut dinilai belum pernah menjadi hakim tinggi selama 3 tahun sesuai Pasal 7 huruf a angka 6 UU MA. Ironisnya, 2 dari 5 hakim agung ini merupakan pimpinan MA. Dia mengklaim persoalan ini tengah dipertimbangkan Presiden Joko Widodo untuk disikapi sebagai bagian dari reformasi hukum.

Suhadi menegaskan syarat CHA hakim tinggi selama 3 tahun tidak mensyaratkan harus menangani perkara di Pengadilan Tinggi (PT). Dia mencontohkan jenjang karier Panitera Muda di MA mensyaratkan harus hakim tinggi dan jabatan Panitera MA mensyaratkan 2 tahun menjadi Panitera Muda atau pernah Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Tinggi. Sedangkan jabatan Panitera Pengganti di MA mensyaratkan 10 tahun berpengalaman menjadi hakim.

“Bagaimana bisa ketika dia menjabat Panitera Muda atau Hakim Tinggi Pengawas di MA bisa pegang palu. Kan dalam UU, hakim dilarang merangkap jabatan?” kata dia mempertanyakan. (Baca: Pejabat Publik Rangkap Jabatan? Ini Kata Pakar Ketatanegaraan).

Dia bercerita pengalaman sejarah MA ketika seorang Panitera Sekretaris Jenderal (Pansekjen) atau Dirjen di MA semuanya berasal dari hakim tinggi yang kemudian menjadi hakim agung. Dia menyebut mantan hakim agung Toton Suprapto, Gunanto Suryono, dan lain-lain. “Ketika menjadi Pansekjen atau Dirjen dia memang tidak pegang palu. Bawahan Dirjen kan KPT-KPTA. Jadi, keliru kalau disebut 5 hakim agung tidak memenuhi syarat,” kata Suhadi.

“Kalau disebut 5 hakim agung yang cacat syarat, hitung dari mana? Sebenarnya masih banyak hakim tinggi yang berkarier di MA kemudian menjadi hakim agung, lebih dari itu!”

Diakui Suhadi, beberapa hakim agung dari Badan Pengawasan MA berstatus sebagai hakim tinggi pengawas, seperti M. Hatta Ali, M. Syarifuddin, dan Sunarto. Saat ini, Bawas MA memiliki sekitar 40-an hakim tinggi pengawas (hakim yustisial) yang tidak menangani perkara. “Mereka jelas tidak pegang palu, tetapi mereka dalam Surat Keputusan (SK) berstatus hakim tinggi yang sudah berpengalaman diatas 3 tahun,” tegasnya.

Dia mengakui saat era Ketua MA Harifin Andi Tumpa ada kesepakatan antara MA dan KY terkait persoalan ini ketika hakim tinggi yang mendaftar calon hakim agung yang diusulkan MA belum pernah menangani perkara di pengadilan banding. Alhasil, disepakati bahwa calon yang bersangkutan cukup menyertakan syarat putusan pengadilan tingkat pertama.

“Pak Harifin ketika itu pernah katakan hakim tinggi yang ditugaskan di MA justru lebih berat tugasnya daripada hakim tinggi di Pengadilan Tinggi,” kata dia mengutip pernyataan sang ketua MA kala itu.

Kesepakatan ini terus dijadikan pedoman oleh KY sampai sekarang, seperti Ridwan Mansyur diluluskan di beberapa tahapan seleksi calon hakim agung. Meski tercatat sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tetapi dia belum pernah menangani perkara. “Hakim tinggi yang tidak pegang palu cukup memberi putusan-putusan tingkat pertama sebagai syarat dan ini diterima oleh KY. Ini sudah clear, wong dalam CV calon tidak pegang palu. Makanya, lebih jelas tanya ke KY dan DPR karena semua data persyaratan ada di sana.”

Dapat dipastikan
Terpisah, Juru Bicara KY Farid Wajdi menegaskan merujuk data seleksi calon hakim agung yang dilakukan KY dari tahun 2006 s.d. 2016 dapat dipastikan tidak satupun calon yang saat ini telah menjabat sebagai Hakim Agung memiliki kekurangan persyaratan. Sebab, prinsipnya proses di KY tidak mungkin meluluskan siapapun apabila memiliki kekurangan persyaratan.

“Kewenangan usulan sudah sesuai dengan UU dan kelayakan sebagai calon tentu tidak boleh bertentangan dengan peraturan yan ada,” kata Farid Wajdi saat dihubungi.

Menurutnya, penafsiran personal di luar itu tidak dapat dijadikan rujukan untuk menentukan sah atau tidaknya status hukum seseorang sebagai akibat berlakunya norma Pasal 7 huruf angka 6 UU MA tersebut. Sebab, dalam aturan tersebut tidak ada penjelasan secara terang menyebut “mesti pegang palu”. “Apalagi jika dikaitkan syarat calon hakim agung nonkarier yang sama sekali tidak pernah pegang ‘berkas atau palu’,” sindirnya.

Farid menambahkan fakta hukum yang terjadi pada suatu masa harus dihubungkan dengan berlakunya aturan pada masa yang sama. Akibatnya, ketika persoalan ini muncul saat ini dengan sendirinya tidak sepenuhnya relevan dengan masa sebelumnya. “Berlakunya norma UU memiliki sifat limitatif (terbatas) pada apa yang menjadi objek atau isi pengaturannya, penjelasannya, atau aturan teknis di bawahnya,” katanya.
Tags:

Berita Terkait