Begini Pandangan Pakar Terkait Perluasan ‘Menghadap' dalam UU Jabatan Notaris
Utama

Begini Pandangan Pakar Terkait Perluasan ‘Menghadap' dalam UU Jabatan Notaris

PP INI selaku organisasi tunggal yang mewadahi notaris menyiapkan tiga altenatif penandatanganan akta otentik di masa pandemi Covid-19.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 7 Menit

Bagaimana praktik ‘menghadap’ di tengah pandemi? Sebagai pakar pidana yang menjunjung tinggi azas legalitas, dia menegaskan tidak diperbolehkan adanya analogi dan penafsiran tambahan terhadap penjelasan di suatu UU. Jika UU menyatakan menghadap maka aturan tersebut harus dilaksanakan.

“Kalau UUJN menyebutkan menghadap ya harus menghadap. Harus dilihat apakah memang notaris tidak bisa sama sekali bekerja, atau ternyata masih bisa, tapi hanya menyulitkan. Selama menerapkan protokol Covid, yang datang terbatas, menjaga jarak, dan menggunakan masker, saya rasa oke. Sehingga ini tidak termasuk ke force majeur sehingga tidak ada daya paksa,” tegasnya.

Jika memang pada akhirnya makna ‘menghadap’ harus diperluas mencakup virtual atau audio visual maka perlu dirumuskan pada tataran yang setara yakni UU. Penambahan penafsiran ‘menghadap’, menurut Harkristusi, tidak bisa diatur dalam tataran aturan yang lebih rendah dari UU JN.

“Boleh saja meluaskan makna ‘menghadap’, tapi diatur dalam UU apakah berupa amandemen, ataupun peprpu, dalam peraturan setingkat UU, tetapi tidak ada di bawah peraturan UU. Dan kemudian harus ada kriteria yang rigit,” tambahnya.

Notaris Aulia Taufani dari PP INI memaparkan bahwa notaris memiliki wilayah kerja. Ada 18 jenis akta yang diperintahkan undang-undang untuk dibuat secara notarial. Tetapi ada juga akta-akta yang dibuat untuk kebutuhan perbankan, misalnya APHT dan Akta Jaminan Fidusia.

Jika akta itu mandatory harus dengan akta notaris, terdapat tiga alternatif yang bisa dilakukan notaris. Pertama, dibuat dan diatur jadwal. Kedua, jika tidak memungkinkan, merekomendasikan rekan notaris lain. Ketiga, untuk perjanjian, perbuatan atau rapat yang menurut peraturan perundang-undangan dokumen-nya dapat dibuat di bawah tangan, agar dicantumkan klausa “akan dinyatakan kembali dalam akta autentik segera setelah kondisi darurat Covid-19 dicabut oleh pemerintah.”

“Jadi dibuka kemungkinan untuk pernyataan kembali. Namun semua hal tersebut harus tetap memperhatikan UUJN, Kode Etik dan peraturan perundang-undangan lainnya,” ungkapnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait