Begini Pertimbangan Hakim PTUN Batalkan SK Kepengurusan Peradi Luhut
Utama

Begini Pertimbangan Hakim PTUN Batalkan SK Kepengurusan Peradi Luhut

Majelis hakim mendorong persatuan 3 kepengurusan Peradi yang masih bersengketa. Majelis pun mengusulkan ke depan perlu dikaji serius so aspirasi perlunya PP tentang organisasi advokat yang diharapkan dapat mewujudkan organisasi advokat yang kuat yang mengatur rinci kelembagaan, kepengurusan, kode etik sampai dewan kehormatan advokat.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 6 Menit

Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, Majelis menyatakan terhadap aspek prosedur dan substansi objek sengketa yang diterbitkan tergugat cacat prosedur dan cacat substansi karena melanggar peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, sehingga objek sengketa harus dinyatakan batal. “Menimbang objek sengketa dinyatakan batal, tergugat diwajibkan untuk mencabut objek sengketa,” ujar Majelis.

Dalam rangka mendorong terwujudnya persatuan antara 3 kepengurusan Peradi yang masih bersengketa Majelis Hakim menolak petitum nomor 4 dan 5 sebagaimana dimohonkan dalam gugatan. Petitum 4, penggugat meminta Majelis memerintahkan tergugat untuk menerbitkan surat persetujuan perubahan perkumpulan Peradi yang diajukan kepengurusan Fauzie Hasibuan dan Thomas E Tampubolon selaku Ketua Umum dan Sekjen DPN Peradi 2015-2020 berdasarkan keputusan Munas II Peradi di Pekanbaru 12-13 Juni 2015.

Petitum 5, penggugat meminta Majelis memerintahkan kepada tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan (SK) Persetujuan Perubahan Perkumpulan Peradi yang diajukan kepengurusan Otto Hasibuan dan H Hermansyah Dulaimi sebagai Ketua umum dan Sekjen DPN Peradi 2020-2025 berdasarkan keputusan Munas III Peradi di Bogor 7 Oktober 2020.

Soal permohonan penggugat intervensi yang meminta Majelis menghukum tergugat untuk tidak menerbitkan surat keputusan apapun terkait pengesahan dan/atau persetujuan atas perubahan kepengurusan Peradi yang diajukan oleh siapapun/pihak manapun yang mengatasnamakan Peradi sampai tercapainya hasil keputusan Munas bersama Peradi, Majelis berpendapat petitum itu terlalu luas dan kabur. Selain itu, tidak didasarkan pada fakta dan alasan hukum yang jelas, dikhawatirkan dapat memunculkan masalah hukum baru, sehingga Majelis menolak petitum tersebut.

Sementara itu, Ketua DPN Peradi Otto Hasibuan mengapresiasi terbitnya putusan PTUN Jakarta itu. Otto menilai putusan Majelis Hakim PTUN didasarkan pada proses kepastian hukum secara prosedural dan substansial. Pasalnya, eksistensi Peradi sudah disahkan melalui Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dan dikuatkan dengan Putusan MA No.3085/K/Pdt/2021. 

“Sekarang, dua SK itu sudah dibatalkan dan diikuti oleh putusan pendahuluan. SK sudah dinyatakan tidak bisa dilaksanakan,” kata Otto.

Gugatan tersebut, lanjut Otto, diajukan kepada dua pihak yaitu Menkumham dan Peradi-RBA. Gugatan kemudian dikabulkan dengan keluarnya Putusan PTUN Jakarta yang menunda pelaksanaan, membatalkan, dan mewajibkan Menkumham untuk mencabut dua SK Kemenkumham tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait