Begini Sebaran Organisasi Pemberi Bantuan Hukum di Indonesia 2019-2021
Utama

Begini Sebaran Organisasi Pemberi Bantuan Hukum di Indonesia 2019-2021

Literasi masyarakat tentang bantuan hukum masih perlu ditingkatkan. Pemda harus ikut mendorong lahirnya organisasi-organisasi bantuan hukum di daerah.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Penyuluhan hukum yang dilakukan BPHN. Foto: BPHN
Penyuluhan hukum yang dilakukan BPHN. Foto: BPHN

Jumlah penduduk miskin di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Maret 2019 adalah 25,14 juta jiwa. Mereka yang masuk kategori miskin berhak mendapatkan dana bantuan hukum dari negara ketika mereka berhadapan dengan hukum. Caranya, mereka diadvokasi dan dibela oleh para pengacara atau paralegal dari organisasi Pemberi Bantuan Hukum (PBH). Nanti, dana bantuan hukum itu diterima PBH yang memberikan bantuan hukum.

Tak semua organisasi bantuan hukum yang berhak mendapatkan dana bantuan hukum. Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, hanya PBH yang lolos verifikasi dan akreditasi yang bisa memberikan pendampingan kepada orang miskin. Berdasarkan Pasal 1 juncto Pasal 4 ayat (1) UU Bantuan Hukum, penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang menghadapi masalah hukum. Nah, berapakah jumlah PBH yang berhasil lolos memberikan bantuan untuk 25,14 juta penduduk miskin tersebut?

Berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM, ada 524 PBH yang dinyatakan lolos verifikasi dan akreditasi untuk memberikan bantuan hukum selama periode 2019-2021. Sesuai UU Bantuan Hukum, evaluasi atas verifikasi dan akreditasi itu dilakukan sekali dalam tiga tahun. Jumlah PBH yang lolos verifikasi meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Namun dilihat dari sebaran PBH per provinsi akan tampak ketimpangan.

Hukumonline.com

Berdasarkan penelusuran hukumonline, Kalimantan Utara satu-satunya provinsi yang tak punya PBH yang dinyatakan lolos verifikasi dan akreditasi. Provinsi lain sudah punya meskipun jumlahnya tidak sama. Provinsi dengan jumlah terbanyak adalah Jawa Timur (61), disusul Jawa Tengah (57), Jawa Barat (47), Jakarta (41), dan Sumatera Utara (32). Sebaliknya provinsi terendah jumlah PBH adalah Kalimantan Selatan dan Papua masing-masing 2, Sulawesi Barat (4), ditambah Maluku, Papua Barat, dan Kalimantan Barat masing-masing 5.

(Baca juga: Perlu Ada Insentif untuk Membudayakan Pro Bono Advokat).

Sebelumnya, Kepala Bidang Bantuan Hukum BPHN, Arfan Faiz Muhlizi, mengakui sebaran PBH belum merata di seluruh provinsi, bahkan jumlahnya belum proporsional dibandingkan jumlah penduduk. Untuk itu, Arfan mengingatkan bahwa bantuan hukum kepada orang miskin atau orang kurang mampu bukan semata tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga di daerah. Pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan PBH dan mendorong pemenuhan persyaratan agar lolos verifikasi dan akreditasi.

Jumlah PBH tiap provinsi memang beragam. Provinsi dengan jumlah kabupaten yang banyak atau jumlah penduduk yang banyak belum tentu memiliki PBH yang memadai. Aceh, misalnya, hanya punya 21 PBH yang lolos verifikasi dan akreditasi, lebih sedikit dibandingkan kabupaten/kota. Tidak mengherankan jika Safaruddin, Pengurus Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, mengatakan jumlah PBH itu belum memadai. “Jelas, sebarannya tidak merata dan jumlahnya tidak memadai,” ujarnya saat dihubungi hukumonline.

Salah satu persoalan yang menyebabkan sebaran yang belum merata itu adalah kurangnya sosialisasi tentang pentingnya peran PBH membantu masyarakat miskin di daerah. Pada umumnya PBH masih berkantor di kota-kota besar, sehingga belum membuka access to justice bagi masyarakat miskin di pedesaan. Karena itu, Safaruddin meminta Pemerintah termasuk pemerintah daerah terus mendorong terbukanya akses masyarakat terhadap keadilan termasuk mengembangkan pembentukan PBH.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait