Begini Status Hukum Anak Luar Nikah
Utama

Begini Status Hukum Anak Luar Nikah

MK mengeluarkan putusan untuk menegaskan bahwa anak luar kawin pun berhak mendapat perlindungan hukum.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Dalam hukum Islam, Djubaedah mengatakan anak luar kawin hanya memiliki nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hubungan nasab ini berbeda dengan perdata. Sekalipun anak luar kawin punya hubungan perdata dengan ayah biologisnya, tapi ayah biologis tidak punya hubungan nasab dengan anak luar kawin. Misalnya, jika si anak berkelamin perempuan, ketika dia mau menikah maka ayah biologis tidak bisa menjadi wali nikah. Ini artinya tidak ada hubungan nasab antara ayah dan anaknya atau tidak ada hubungan yang sah antara anak dan ayah.

Masih dalam hukum Islam, Djubaedah memaparkan anak luar kawin juga tidak bisa mendapat warisan dari ayah biologisnya. Tapi bukan berarti anak luar kawin tidak boleh mendapat harta peninggalan dari orang tuanya. Anak luar kawin bisa mendapat harta peninggalan ayah biologisnya melalui beberapa cara. Misalnya, ayah biologis si anak membuat surat wasiat, bisa juga anak tersebut mengajukan permohonan ke pengadilan agama untuk mendapat wasiat wajibah. Besaran harta penginggalan bagi anak luar kawin tidak boleh melebihi ahli waris sah yang mendapat bagian paling kecil.

“Jadi dari seluruh harta peninggalan itu dikeluarkan dulu sepertiga bagian untuk anak luar kawin, setelah itu untuk ahli waris,” urai Djubaedah. Besaran yang sama juga berlaku bagi harta peninggalan untuk anak luar kawin yang diberikan dalam bentuk hadiah atau hibah.

Terkait hubungan perdata antara ayah biologis dan anak, artikel Klinik Hukumonline bertajuk “Hubungan Perdata Anak Luar Kawin dengan Ayahnya Pasca-Putusan MK”, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 memutus bahwa Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) bertentangan dengan UUD 1945 bila tidak dibaca: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”

Tujuan dari MK adalah untuk menegaskan bahwa anak luar kawin pun berhak mendapat perlindungan hukum. Menurut pertimbangan MK, hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih disengketakan.

Penting untuk dicatat bahwa putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 tidak menyebut soal akta kelahiran anak luar kawin maupun akibat hukum putusan tersebut terhadap akta kelahiran anak luar kawin. Implikasi putusan MK ini berkaitan dengan status hukum dan pembuktian asal usul anak luar kawin. Hubungannya dengan akta kelahiran adalah karena pembuktian asal-usul anak hanya dapat dilakukan dengan akta kelahiran otentik yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UU Perkawinan.

Mengenai konsekuensi hukum dengan dikeluarkannya suatu akta kelahiran terhadap anak luar kawin ialah di dalam akta kelahiran anak tersebut hanya tercantum nama ibunya. Karena pada saat pembuatan akta kelahiran, status sang anak masih sebagai anak luar kawin yang hanya diakui memiliki hubungan darah dan hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya saja.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait