Sejumlah elit dan petinggi partai politik mewacanakan penundaan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) yang sebelumnya telah disepakati oleh Pemerintah, DPR RI, dan Penyelenggara akan dilaksanakan secara serentak pada 14 Februari 2024. Wacana penundaan pelaksanaan Pemilu ini sudah barang tentu akan berdampak terhadap perpanjangan masa jabatan sejumlah posisi yang dihasilkan melalui mekanisme elektoral tersebut, antara lain masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden; anggota DPR RI; DPD RI; serta MPR RI.
Banyak penolakan bermunculan sebagai bagian dari respon atas usulan tersebut. Alasan mendasar dari penolakan ini adalah terkait norma Undang-Undang Dasar 1945 yang telah mengatur masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden serta mekanisme pemilihan yang telah disebutkan secara periodik.
Senafas dengan penolakan terhadap usulan penundaan pelaksanaan Pemilu ini adalah pertanyaan mendasar mengenai kewenangan lembaga mana dalam struktur ketatanegaraan yang berwenang mengesahkan perpanjangan masa jabatan pejabat elektoral sebagaimana yang disebutkan di atas? Selain itu, adakah produk hukum yang bisa dikeluarkan dalam rangka melegitimasi persoalan ini?
Sebelum menjawab sejumlah pertanyaan di atas, patut kiranya terlebih dahulu untuk mengemukakan alasan dari sejumlah pihak yang mengusulkan penundaan pelaksanaan pemilu yang secara langsung dapat berdampak terhadap perpanjangan masa jabatan pejabat elektoral termasuk di dalamnya Presiden dan Wakil Presiden.