Belum Ada Organisasi Profesi Mediator, PN Jakarta Pusat Dorong Segera Dibentuk
Terbaru

Belum Ada Organisasi Profesi Mediator, PN Jakarta Pusat Dorong Segera Dibentuk

Profesi mediator sudah disinggung dalam UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Peserta rapat koordinasi Mediator Hakim dan Nonhakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (12/8/2022). Foto: NEE
Peserta rapat koordinasi Mediator Hakim dan Nonhakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (12/8/2022). Foto: NEE

Hingga saat ini belum ada organisasi profesi yang menghimpun mediator di Indonesia secara nasional. Hal itu terungkap kembali dalam Rapat Koordinasi Mediator Hakim dan Nonhakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (12/8/2022) lalu. Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Henny Trimira Handayani mendorong para mediator pro bono yang berpraktik di PN Jakarta Pusat mendeklarasikan organisasi mediator.

“Karena belum ada wadah organisasinya, bagaimana kalau para mediator di PN Jakarta Pusat mendeklarasikan organisasi mediator?” kata Henny yang disambut sorakan ‘setuju’ dari mediator yang hadir. Ketiadaan organisasi profesi mediator memang mengherankan. Padahal, setidaknya sudah ada 23 lembaga sertifikasi mediator yang diakreditasi Mahkamah Agung (MA)

Hukumonline mencatat titik tolak sejarah profesi mediator di Indonesia berawal dari dibentuknya The Jakarta Initiative Task Force (JITF) atau lebih dikenal Satuan Tugas Prakarsa Jakarta pada November 1998. Tujuan pembentukan lembaga ad hoc tersebut antara lain membantu penyelesaian utang perusahaan di Indonesia dan Asia karena krisis ekonomi.

Alasan lainnya adalah minimnya pengalaman perusahaan serta bank nasional menyelesaikan hutang kepada kreditur di dalam dan luar negeri yang sudah mencapai AS$120 miliar. Satgas Prakarsa Jakarta dulu bernaung di bawah Komite Kebijakan Sektor Keuangan. Komandonya langsung di tangan Menteri Koordinator Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro. Lima tahun beroperasi, Satgas Prakarsa Jakarta dibubarkan pada 18 Desember 2003 dan sebagai gantinya dibentuk Pusat Mediasi Nasional (PMN). Saat ini PMN hanya menjadi salah satu lembaga swasta yang menyelenggarakan sertifikasi mediator.

Baca Juga:

Perlu diingat, mediator pada dasarnya adalah profesi dengan keterampilan khusus yang tidak hanya bisa berpraktik dalam mediasi wajib di pengadilan. Setidaknya UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa) mengakui mediasi sebagai prosedur mandiri dalam alternatif penyelesaian sengketa.

Pasal 1 angka 10 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Pasal 6 juga sudah menyebut mediator meski sangat minim dan tidak tegas mengenai statusnya sebagai profesi mandiri.

Memang ada juga ketentuan terpisah dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Namun, mediator memiliki kemandirian, sehingga tidak harus berlangsung sebagai tahapan wajib prosedur hukum acara perdata.

Ketiadaan organisasi profesi mediator membuat profesi ini kurang berkembang. Setidaknya jauh berbeda dengan profesi penunjang lain dalam sistem hukum seperti kurator dan pengurus. Padahal, syarat menjadi mediator di Indonesia tidak mewajibkan berlatar belakang sarjana hukum. Mediator di Indonesia akhirnya masih bergantung pada panduan yang dibuat Mahkamah Agung untuk mediator yang berpraktik di pengadilan. Misalnya saja belum ada kode etik profesi mediator, sehingga acuan saat ini adalah Pedoman Perilaku di Lampiran V Perma No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Tags:

Berita Terkait