Belum Ratifikasi Konvensi Apostille 1961, Legalisir Dokumen Bisnis Internasional Masih Berlapis
Utama

Belum Ratifikasi Konvensi Apostille 1961, Legalisir Dokumen Bisnis Internasional Masih Berlapis

Beragam hambatan dan persoalan mesti diusut tuntas dan diselesaikan oleh pemerintah untuk menarik dan mempermudah masuknya investasi, termasuk soal rumitnya prosedur legalisasi dokumen antar Negara untuk keperluan bisnis.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Sepakat dengan Afifah, Dosen Hukum Internasional FHUI, Yu Un Oppusungu, menyebut ratifikasi Konvensi Apostille seharusnya memang dapat menunjang kemudahan berusaha, karena dapat memotong jalur administrasi/ birokrasi hukum.

 

Pada gilirannya, jelas akan berdampak pada lebih efektifnya pengurusan soal dokumen-dokumen hukum lintas Negara. Adapun dokumen yang akan terdampak oleh Konvensi Apostille ini, menurut Yu Un, terbatas pada dokumen yang diterbitkan oleh Negara, pemerintah, putusan atau penerapan pengadilan dan akta notaris. “Jadi tidak semua dokumen hukum,” tukas Yu Un.

 

Berdasarkan penelusuran hukumonline, ada 2 jenis dokumen yang tidak berlaku dalam Konvensi Apostile menurut article 1 Konvensi Apostille, yakni untuk dokumen yang dieksekusi oleh agen diplomatik/konsuler serta dokumen administrasi yang berhubungan langsung dengan operasi komersial atau bea cukai.

 

Pasca Konvensi, Legalisasi akan Terpusat

Bergabungnya Indonesia sebagai state party, kata Yu Un, tak lantas membuat proses legalisasi dokumen antar Negara menjadi tak ada lagi, namun legalisasi tersebut akan terpusat pada Central Authority (otoritas pusat) masing-masing Negara. Otoritas pusat ini yang akan menjadi lembaga penghubung dengan Otoritas Pusat Negara lain terkait pembubuhan kepastian bahwa dokumen hukum yang mereka butuhkan dari Indonesia sudah benar secara formil menurut hukum Indonesia.

 

Penting dicatat, sambung Yu Un, Konvensi Apostille tidak mengatur tentang keabsahan dokumen, ihwal keabsahan tersebut akan tetap menjadi isu hukum nasional seperti keabsahan suatu akta notaris. Yu Un mencontohkan, akta notaril yang dibuat oleh Notaris X namun Notaris bernama X tersebut ternyata tidak tercatat di Kemenkumham. Disinilah Pusat otoritas masing-masing Negara memainkan peran sebagai filter keabsahan dokumen hukum tersebut.

 

“Otoritas Pusat yang akan memfilter dengan memperhatikan hukum Indonesia terkait jabatan notaris serta kebenaran ada atau tidaknya notaris bernama X itu. Jadi ikut tidaknya Indonesia dalam Konvensi Apostille tidak dapat mengubah keabsahan akta notarial,” jelas Yu Un.

 

Senada dengan Yu Un, Afifah menyebut Otoritas Pusat masing-masing Negara jelas harus memiliki mekanisme yang mapan untuk melacak keabsahan dokumen yang akan digunakan diluar negaranya tersebut.

 

Saat pengusaha Indonesia berdagang kayu ke Eropa misalnya, kata Afifah, jelas Eropa akan meminta sertifikasi bahwa kayu itu berasal dari hutan yang suistainable, di sinilah peran Otoritas Pusat untuk melacak supplier dan kebenaran pernyataan yang disampaikan pelaku usaha.

 

Tags:

Berita Terkait