Belum Terkelola dengan Baik, Perpres Penanganan Pengungsi Disosialisasikan
Berita

Belum Terkelola dengan Baik, Perpres Penanganan Pengungsi Disosialisasikan

Pengungsi ada yang diterima dan ditangani oleh pemerintah daerah, ada juga yang ditangani tapi tidak serius, dan ada yang ditangani tapi diserahkan ke satu instansi saja.

Oleh:
ANT/YOZ
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: RES
Foto ilustrasi: RES
Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) keliling ke daerah-daerah untuk mensosialisasikan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

Pelaksana harian (Plh) Deputi V Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) Kemenko Polhukam Brigjen Pol Wakin Mardiwiyono, di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (9/5), mengatakan perpres tersebut perlu disosialisasikan agar semua pihak memahami tentang upaya penanganan pengungsi dari luar negeri.

"Kami melakukan sosialisasi ke beberapa provinsi, terutama yang menjadi daerah penampungan pengungsi, salah satunya NTB, meskipun saat ini tidak ada pengungsi. Besok kami juga ke Bali," katanya pada acara pemantapan koordinasi dan sosialisasi Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

Menurut dia, penanganan pengungsi dari luar negeri di daerah ada kecenderungan belum terkelola dengan baik oleh masing-masing instansi dan kelembagaan yang memiliki tanggung jawab. (Baca Juga: KontraS Soroti Penanganan Pengungsi di Indonesia)

"Ada yang diterima dan ditangani oleh pemerintah daerah, ada juga yang ditangani tapi tidak serius, dan ada yang ditangani tapi diserahkan ke satu instansi saja," ujarnya.

Asisten Deputi Bidang Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Kejahatan Luar Biasa, Kemenko Polhukam Brigjen Pol Chairul Anwar menambahkan dengan adanya Perpres Nomor 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri tidak ada lagi pemerintah daerah yang boleh menolak kedatangan pengungsi.

"Karena bagaimanapun Indonesia terikat dengan Konferensi Hak Asasi Manusia yang harus memberikan bantuan menerima para pengungsi," katanya.

Ia menyebutkan, jumlah pengungsi yang ada di Indonesia sesuai data UNHCR per 31 Maret 2017 sebanyak 14.433 orang. Mereka saat ini belum mendapatkan tempat penampungan yang sesuai sehingga masih berada di rumah detensi imigrasi (rudenim). Selain itu, di kantor imigrasi yang merupakan tempat penahanan bagi warga negara asing yang melanggar peraturan keimigrasian. (Baca Juga: Indonesia Perlu Ratifikasi Konvensi Tentang Pengungsi)

Ada juga yang menjadi imigrasi mandiri dan tinggal di kawasan pemukiman penduduk. Kondisi itu berpotensi menimbulkan dampak sosial, hukum, ekonomi dan keamanan. "Dari 5.834 imigran mandiri, sekitar 2.500 orang saat ini berada di kawasan puncak Bogor," ujarnya.

Ke depan, kata Chairul, masalah penanganan pengungsi tersebut menjadi tugas Kemenko Polhukam dan kementerian serta lembaga terkait untuk mencarikan tempat penampungan bagi para pengungsi tersebut.

"Kami juga berharap perpres itu menjadi pegangan, di mana di dalamnya ada perintah Presiden kepada pemerintah daerah untuk menentukan dan menyiapkan tempat penampungan bagi pengungsi," ucapnya.

Seperti diketahui, pada 31 Desember 2016, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Aturan ini dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. (Baca Juga: Melalui Perpres, Pemerintah Tuangkan Penanganan Pengungsi Luar Negeri)

Dalam Perpres disebutkan bahwa penanganan pengungsi dilakukan berdasarkan kerja sama antara pemerintah pusat dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia dan/atau organisasi internasional di bidang urusan migrasi atau di bidang kemanusiaan yang memiliki perjanjian dengan pemerintah pusat.

“Penanganan pengungsi memperhatikan ketentuan internasional yang berlaku umum dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 3 Perpres ini. 

Menurut Perpres ini, penanganan pengungsi dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam). Koordinasi tersebutdalam rangka perumusan kebijakan yang meliputi penemuan, penampungan, pengamanan dan pengawasan keimigrasian.

Penemuan pengungsi dalam keadaan darurat di perairan wilayah Indonesia, menurut Perpres ini, dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pencarian dan pertolongan. “Lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pencarian dan pertolongan melaksanakan operasi pencarian dan pertolongan terhadap kapal yang diduga berisi pengungsi yang melakukan panggilan darurat,” bunyi Pasal 6 Perpres ini.

Operasi pencarian dan pertolongan itu dapat melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan, lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keamanan dan keselamatan laut atau yang disebut dengan nama Badan Keamanan Laut atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait lainnya yang melaksanakan tugas di perairan wilayah Indonesia.

Pengungsi yang ditemukan dalam keadaan darurat, menurut Perpres ini, segera dilakukan tindakan. Mulai dari memindahkan pengungsi ke kapal penolong jika kapal akan tenggelam, membawa ke pelabuhan atau daratan terdekat jika aspek keselamatan nyawa pengungsi dalam keadaan terancam, mengidentifikasi pengungsi yang membutuhkan bantuan medis gawat darurat, menyerahkan orang asing yang diduga pengungsi kepada Rumah Detensi Imigrasi di pelabuhan atau daratan terdekat.

“Dalam hal di pelabuhan atau daratan terdekat belum terdapat Rumah Detensi Imigrasi sebagaimana dimaksud, penyerahan pengungsi dilakukan kepada Kantor Imigrasi di wilayah setempat. Dalam hal di pelabuhan atau daratan terdekat belum terdapat Rumah Detensi Imigrasi dan Kantor Imigrasi sebagaimana dimaksud, penyerahan pengungsi dilakukan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat,” bunyi Pasal 10 dan 11 Perpres ini.

Selanjutnya, petugas Rumah Detensi Imigrasi melakukan pendataan, dengan memeriksa dokumen perjalanan, status keimigrasian dan identitas. “Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud terdapat orang asing yang menyatakan diri sebagai pengungsi, petugas Rumah Detensi Imigrasi berkoordinasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui kantor Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia,” bunyi Pasal 13 ayat (3) Perpres ini.

Dalam Pasal 17 Perpres disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penemuan pengungsi dalam keadaan darurat di perairan wilayah Indonesia diatur dengan Peraturan Kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pencarian dan pertolongan setelah berkoordinasi dengan Menko Polhukam.

Perpres ini menegaskan, Rumah Detensi Imigrasi berkoordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota setempat untuk membawa dan menempatkan pengungsi dari tempat ditemukan ke tempat penampungan.  Dalam hal tempat penampungan belum tersedia, pengungsi dapat ditempatkan di tempat akomodasi sementara, yang ditetapkan oleh bupati/walikota.

Pemerintah daerah kabupaten/kota, menurut Perpres ini, menentukan tempat penampungan bagi pengungsi dengan memenuhi kriteria dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan ibadah,berada pada satu wilayah kabupaten/kota dengan Rumah Detensi Imigrasi dan kondisi keamanan yang mendukung.

Sementara pengungsi dengan berkebutuhan khusus, menurut Perpres ini, dapat ditempatkan di luar tempat penampungan yang difasilitasi oleh organisasi intemasional di bidang urusan migrasi setelah mendapat izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia melalui unit kerja yang menangani urusan keimigrasian.

“Pengungsi dengan berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud meliputi pengungsi: a. sakit; b. hamil; c. Penyandang disabilitas; d. anak; dan e. lanjut usia,” bunyi Pasal 27 ayat (3) Perpres ini. 

Perpres ini juga menegaskan, pengungsi dapat dipindahkan dari satu tempat penampungan ke tempat penampungan lain dalam rangka penyatuan keluarga, berobat ke rumah sakit, dan penempatan ke negara ketiga. Menurut Perpres ini, pencari suaka yang permohonan status pengungsinya ditolak dan ditolak final oleh PBB melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi untuk proses Pemulangan Sukarela atau deportasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tags:

Berita Terkait