Beragam Catatan Soal UMKM yang Perlu Diadopsi RUU Cipta Kerja
Utama

Beragam Catatan Soal UMKM yang Perlu Diadopsi RUU Cipta Kerja

Usulan penanganan UMKM oleh pemda, akses keuangan, perizinan, perpajakan, minim inovasi, literasi teknologi rendah, kemitraan tidak seimbang yang seharusnya difasilitasi dan dipermudah prosesnya dengan biaya terjangkau oleh pemerintah/pemerintah daerah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Kemudian, UMKM umumnya menghitung untung dan rugi jika mereka mengurus izin dan kebanyakan perizinan dibuat jika UMKM ingin mengajukan pinjaman ke bank atau ingin melakukan ekspor. Ada juga UMKM yang tidak mau menjadi formal karena pendapatan mereka sangat kecil.

Nurul mengingatkan ketika krisis moneter 1998 banyak usaha besar gulung tikar, tapi UMKM dapat bertahan dan menggerakkan perekonomian rakyat. Tapi UMKM juga berada dalam posisi rentan ketika mengalami goncangan finansial, misalnya ketika ada keluarga yang sakit, modal usaha digunakan untuk kebutuhan pengobatan. Akibatnya, ini menggerus modal UMKM.

Dia juga melihat RUU Cipta Kerja luput mengatur konsep kemitraan atau economy sharing seperti yang diterapkan dalam transportasi daring berbasis aplikasi. Tapi, hasil riset di Amerika Serikat menunjukan hubungan antara perusahaan penyedia aplikasi dengan pengemudi bersifat hubungan kerja, bukan kemitraan. Kendati selama ini berdalih pengemudi bisa mengatur sendiri jam kerja, tapi itu tidak bebas karena akan terkait penilaian terhadap pengemudi tersebut. “Hal ini luput diatur dalam RUU Cipta Kerja,” paparnya.

Mekanisme pembentukan RUU Cipta Kerja yang tidak dilakukan dengan baik juga menjadi sorotan Nurul. Misalnya, RUU Cipta Kerja mengamanatkan untuk membuat banyak peraturan pelaksana yang mengganti ketentuan peraturan diatasnya seperti UU. Penyusunan draft RUU Cipta Kerja tidak transparan, sehingga memunculkan banyak spekulasi. RUU Cipta Kerja disebut bakal mengarusutamakan UMKM, tapi dari ribuan pasal RUU Cipta Kerja hanya 15 pasal yang mengatur tentang UMKM.

Substansi RUU Cipta Kerja yang mengatur UMKM antara lain terkait sejumlah hal, seperti basis data tunggal; pengelolaan terpadu UMKM; dan pemerintah akan memfasilitasi kemitraan antara UMKM dengan usaha besar. Nurul menilai ada gap antara substansi RUU Cipta Kerja dengan fakta di lapangan. Misalnya, soal basis data tunggal, salah satu indikator yang akan digunakan yakni besaran omzet. “Indikator ini akan sulit pelaksanaannya.”

Kemudian perizinan, UMKM cenderung memilih tidak terdaftar karena prosesnya mahal dan berbelit. Mengenai fasilitasi pemerintah pusat dalam mekanisme kemitraan UMKM, Nurul melihat RUU Cipta Kerja belum mengatur tegas bagaimana pengawasan dan penyelesaian masalah yang berpotensi terjadi.

“RUU Cipta Kerja belum mengatur tegas bagaimana mekanisme pengawasan dan penyelesaian masalah jika dalam fasilitasi itu usaha besar melakukan praktik eksploitatif terhadap UMKM,” katanya.

Tags:

Berita Terkait