Beragam Penyebab Disparitas Pemidanaan dalam Perkara Narkotika
Terbaru

Beragam Penyebab Disparitas Pemidanaan dalam Perkara Narkotika

Selain ada perbedaan tafsir penerapan antara Pasal 111 dan 112 dengan Pasal 127 UU Narkotika, diantaranya adanya kebijakan yang dibuat pimpinan, ketidakpahaman cara pembuatan pedoman hukuman pidana, hingga belum adanya sinergisitas antar penegak hukum.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ketua MA M. Syarifuddin saat memberi sambutan dalam webinar Diseminasi Penelitian bertajuk 'Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika di Indonesia', Selasa (28/6/2022). Foto: RFQ
Ketua MA M. Syarifuddin saat memberi sambutan dalam webinar Diseminasi Penelitian bertajuk 'Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika di Indonesia', Selasa (28/6/2022). Foto: RFQ

Praktik penanganan perkara tindak pidana narkortika masih terus terjadi perbedaan penghukuman pemidanaan (disparitas pemidanaan). Misalnya, perbuatan pidana narkotika satu dengan lainnya memiliki kesamaan, tapi proses penuntutan hingga vonis mengalami perbedaan hukuman, sehingga terjadinya disparitas pemidanaan. Penyebabnya, seperti terjadi perbedaan tafsir penerapan pasal dalam UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait perbuatan pelaku tindak pidana narkotika.

“Penerapan kedua pasal ini (Pasal 111 dan Pasal 112 dengan Pasal 127 UU 35/2009, red) berbeda-beda, sering tertukar satu dengan yang lain. Kesimpangsiuran tafsir pada kedua pasal ini menggambarkan fenomena inkonsistensi penerapan hukum yang mencederai kepastian hukum,” ujar Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Syarifuddin saat memberi sambutan dalam webinar Diseminasi Penelitian bertajuk “Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika di Indonesia”, Selasa (28/6/2022).

Dia melihat implementasi Pasal 111 dan Pasal 112 dengan Pasal 127 UU 35/2009 seringkali tertukar penerapannya. Kualifikasi penerapan Pasal 111 dan 112 diperuntukan bagi seseorang yang melakukan tindak pidana berupa memiliki atau menguasai narkotika. Sementara Pasal 127 UU 35/2009 diterapkan bagi seseorang yang menjadi pengguna narkotika.

Baca:

Tapi dalam praktik penegakan hukum, seseorang yang memenuhi penyalahgunaan narkotika sebagaimana dalam Pasal 127 UU 35/2009 dipandang telah masuk unsur memiliki atau menguasai narkotika dalam Pasal 111 dan Pasal 112. Padahal bila ditelisik lebih jauh, kedua pasal tersebut memiliki ancaman hukuman yang berbeda. Seperti halnya dalam rumusan norma Pasal 111 dan Pasal 112 ancaman hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun. Sedangkan dalam rumusan norma Pasal 127, ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun bagi pengguna narkotika golongan I.

Syarifuddin berpendapat rumusan norma dalam Pasal 127 secara tegas mengatur terhadap pengguna yang terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. “Praktik penerapan kedua pasal itu memiliki disparitas yang jauh berbeda, sehingga ketidakpastian hukum akhirnya bermuara pada ketidakadilan,” kata dia.

Dia menuturkan untuk mengatasi persoalan penerapan pasal tersebut, MA pernah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan.

Tags:

Berita Terkait