Beragam Peristiwa HAM Sepanjang 2022
Kaleidoskop 2022

Beragam Peristiwa HAM Sepanjang 2022

Mulai dari pengepungan dan penangkapan warga desa Wadas yang menolak penambangan batu andesit, pembentukan tim PPHAM, hingga bebasnya terdakwa kasus pelanggaran HAM berat Paniai hingga persetujuan RUU KUHP menjadi UU.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 10 Menit

Terbitnya Keppres No.17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu mendapat sorotan tajam keluarga korban dan kalangan masyarakat sipil. Tim PPHAM dinilai menjadi sarana impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM berat. Koalisi mendesak Keppres itu dibatalkan dan Presiden RI memerintahkan Jaksa Agung untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu oleh Komnas HAM.

Lalu, pertandingan sepak bola antara Arema FC melawan Persebaya FC di stadion Kanjuruhan Malang, pada 1 Oktober 2022 berakhir menjadi tragedi yang menyebabkan ratusan korban tewas dan luka-luka merupakan salah satu peristiwa kelam yang terjadi di tahun 2022. Guna mengusut peristiwa itu Presiden RI telah menerbitkan tim gabungan pencari fakta dengan menerbitkan Keppres No.19 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta Peristiwa Stadion Kanjuruhan Malang.

Hasil penyelidikan Komnas HAM menyimpulkan gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian terutama ke arah tribun penonton menjadi pemicu utama banyaknya korban. Koalisi masyarakat sipil menilai tragedi Kanjuruhan masuk kategori pelanggaran HAM berat yakni kejahatan terhadap kemanusiaan. Sampai saat ini proses penegakan hukum masih berlangsung.

Kasus gagal ginjal akut yang dialami lebih dari 200 anak dan menyebabkan ratusan korban meninggal juga menjadi sorotan berbagai pihak. BPOM dan aparat kepolisian menindaklanjuti kasus ini antara lain dengan mengenakan sanksi administratif terhadap perusahaan yang terlibat dan penegakan hukum. Komnas HAM menegaskan harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kasus ini. Dalam kondisi apapun anak-anak harus dilindungi, apalagi terkait hak untuk hidup.

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan IndoProgress Institute for Social Research and Education (IISRE) mengecam kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menerbitkan Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor2.1447/MENLHK-KSDAE/KKHSG/KSA.2/9/2022.

Surat itu intinya tidak memberikan layanan perizinan atau persetujuan terhadap beberapa peneliti asing yakni Erik Meijaard dkk. Koalisi menilai kebijakan itu sebagai kontrol kekuasaan atas produksi pengetahuan. Jika pemerintah tidak setuju dengan temuan Erik Meijaard dkk yang menyebut jumlah orang hutan merosot, KLHK harusnya membantahnya lewat publikasi ilmiah.

Kematian tokoh pembela HAM Papua, Filep Karma, mendapat sorotan kalangan organisasi masyarakat sipil di tahun 2022. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan lembaganya berkabung atas berpulangnya Filep Karma yang selama ini dikenal gigih menyuarakan keadilan dan kedamaian di Papua. “Kami menyampaikan duka cita yang mendalam kepada keluarga,” dalam keterangannya, Selasa (1/11/2022).

Usman menyebut perjuangan Filep menginspirasi banyak orang termasuk kaum muda untuk jujur dan berani menyuarakan kebenaran. Dia juga tak gentar menghadapi ancaman. “Kami sungguh kehilangan,” ujarnya.

Menurut Usman, jenazah Filep ditemukan di pantai Base G, Jayapura, Selasa (1/11/2022). Dia mendesak aparat penegak hukum dan HAM untuk menyelidiki sebab kematian Filep Karma. Penyelidikan itu penting untuk menjawab ada atau tidak indikasi tindak pidana atau pelanggaran HAM di balik kematian almarhum. Sebab, selama ini banyak aktivis di Papua yang menjadi sasaran kekerasan.

“Terlebih lagi mengingat sepak terjang almarhum sebagai tokoh panutan dalam membela hak asasi orang asli Papua,” beber Usman.

Presidensi G20 di Indonesia berdampak terhadap meningkatnya represivitas aparat terhadap kegiatan yang dilakukan masyarakat sipil. Teror dan intimidasi yang dilakukan aparat kepolisian dan kelompok masyarakat terhadap aktivis yang mengkritik pertemuan tingkat tinggi negara anggota G-20 (KTT G20) terus terjadi. Peristiwa itu dialami aktivis Greenpeace yang menyuarakan isu krisis iklim, dan YLBHI/LBH yang rapat internalnya dibubarkan.

Hal fenomenal, RUU KUHP yang disepakati DPR dan pemerintah untuk disahkan juga mendapat sorotan masyarakat sipil dan lembaga yang fokus membidangi HAM seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Pasalnya, masih banyak pasal bermasalah dalam RUU KUHP yang harus dibenahi. Salah satunya, pengaturan pelanggaran HAM berat dalam UU KUHP.

Seperti ancaman pidana penjara dalam RUU KUHP lebih rendah dibandingkan UU No.26 Tahun 2000. Misalnya untuk kejahatan genosida UU No.26 Tahun 2000 mengancam pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 25 tahun dan dalam RUU KUHP paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun. Begitu juga dengan ancaman pidana penjara untuk kejahatan terhadap kemanusiaan dimana RUU KUHP memberikan hukuman yang lebih rendah.

RUU KUHP mengatur maksimal hukuman hanya 20 tahun, sehingga sifat kekhususan (extra ordinary crime) delik perbuatan pelanggaran HAM berat telah direduksi seolah menjadi tindak pidana biasa. Akibatnya harapan untuk menimbulkan efek jera dan ketidakberulangan menjadi tidak jelas.

Tags:

Berita Terkait