Beragam Tantangan Menghapus Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja
Terbaru

Beragam Tantangan Menghapus Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja

Konvensi ILO No.190 Tahun 2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja menjadi solusi alternatif bagi persoalan ketidakadilan gender yang selama ini terjadi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kasus kekerasan dan pelecehan seksual kerap terjadi di berbagai tempat, tak terkecuali di lokasi kerja. Direktur LBH Jakarta Arif Maulana, mengutip data Komnas Perempuan menyebut periode 2011-2019 terjadi peningkatan kekerasan terhadap perempuan. Hal tersebut secara umum juga berkaitan dengan kekerasan berbasis gender.

Mengutip data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tercatat 70 persen perempuan menjadi korban kekerasan berbasis gender. Kekerasan itu paling banyak terjadi antara lain di ranah digital dan dunia kerja. Ironisnya, penanganan kasus kekerasan dan pelecehan tidak mudah. Arif mencatat ada kasus dimana korban malah dikriminalisasi, bukan dilindungi. Kasus juga tak jarang terjadi di institusi pendidikan dan keagamaan, padahal institusi tersebut harusnya memberikan teladan dan pendidikan yang baik.

Kekerasan dan pelecehan terjadi di tempat kerja baik di kantor atau di pabrik. Menurut Arif, hal itu terjadi karena ada posisi yang tidak setara, sehingga lokasi kerja menjadi tempat yang rawan terjadinya kekerasan dan pelecehan. Tak hanya di institusi swasta, potensi itu juga ada di lembaga pemerintahan bahkan termasuk di organisasi non pemerintahan (NGO).

Arif mengingatkan salah satu bentuk terobosan yang penting dicermati untuk menghapus ketidakadilan gender termasuk kekerasan dan pelecehan yakni terbitnya Konvensi ILO No.190 Tahun 2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja. Aturan internasional sektor perburuhan itu mendeklarasikan penghapusan kekerasan dan pelecehan berbasis gender, juga kelompok rentan di tempat kerja.

“Konvensi ini menjadi alterntif solusi bagi persoalan ketidakadilan gender yang selama ini terjadi,” kata Arif dalam diskusi bertema “Mendorong Terciptanya Dunia Kerja Bebas Dari GBV (Gender Based Violence)”, Rabu (9/11/2022).

Di tingkat nasional Arif menyebut UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bisa menjadi acuan untuk menyelesaikan kasus kekerasan dan pelecehan seksual terutama yang dialami perempuan. Persoalan dalam penyelesaian kasus kekerasan dan pelecehan seksual sangat beragam mulai dari rumitnya kasus, persoalan kultural, struktural, termasuk peraturan perundang-undangan.

Deputi Perempuan KPBI, Dian Septi, mencatat dari temuan di lapangan menunjukan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja itu sifatnya berlapis. Persoalan itu diperparah dengan adanya kekerasan ekonomi, misalnya ada pungli yang dilakukan oknum atasan kepada buruhnya dengan tujuan agar kontraknya diperpanjang, tidak terkena sanksi jika tidak mencapai target dan lainnya.

Tags:

Berita Terkait