Beragam Tantangan Sektor Keuangan dalam Mengadopsi Teknologi Baru
Terbaru

Beragam Tantangan Sektor Keuangan dalam Mengadopsi Teknologi Baru

Seperti metaverse dan Web 3.0. Tantangannya mulai dari kesiapan infrastruktur, cloud, meningkatkan sistem, keamanan, regulasi, dan krisis ahli di bidang ini.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Narasumber diskusi bertema 'Sektor Keuangan Menyambut Era Metaverse dan WEB 3.0', dalam gelaran Digital Conference 2022 yang diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Rabu (23/11/2022). Foto: ADY
Narasumber diskusi bertema 'Sektor Keuangan Menyambut Era Metaverse dan WEB 3.0', dalam gelaran Digital Conference 2022 yang diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Rabu (23/11/2022). Foto: ADY

Perkembangan teknologi yang sangat pesat mendorong berbagai sektor untuk beradaptasi. Sektor keuangan menjadi salah satu bidang yang relatif cepat mengadopsi teknologi baru dalam proses bisnisnya. Teknologi terbaru yang patut menjadi perhatian sektor keuangan yakni Metaverse dan Web 3.0. Dalam rangka menggugah kepekaan terhadap perkembangan teknologi itu Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyelenggarakan diskusi bertajuk “Sektor Keuangan Menyambut Era Metaverse dan WEB 3.0.”

Diskusi yang dimoderatori Head of Legal Research & Analysis Hukumonline Christina Desi itu merupakan rangkaian acara Indonesia Digital Conference (IDC) dan AMSI Award 2022. Kegiatan tersebut digelar 22-23 November 2022 di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan.

Dalam kesempatan ini, Direktur Information Technology Bank Mandiri, Timothy Utama, mengatakan metaverse menjadi sorotan masyarakat internasional ketika perusahaan media sosial Facebook mengubah nama menjadi Meta pada Oktober 2021. Tapi teknologi metaverse sudah berkembang sejak lama dan digunakan oleh perusahaan yang memproduksi permainan (game), salah satu contohnya Pokemon Go. Untuk teknologi metaverse, sektor perbankan secara umum masih mencermati apakah itu hype atau hope.

Baca Juga:

Berbeda dengan teknologi web.30, Timothy menyebutkan saat ini pihaknya telah menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan rintisan atau start up meskipun tahapannya belum sampai web 3.0, tapi web 2.5. Sebab, untuk mengadopsi penuh web 3.0 masih banyak tantangan yang dihadapi sektor keuangan, khususnya bank.

“Walau tantangannya besar, tapi saya percaya teknologi yang ada dibelakangnya itu (metaverse dan web 3.0, red) adalah teknologi blockchain yang powerful,” kata Timothy dalam diskusi bertema “Sektor Keuangan Menyambut Era Metaverse dan WEB 3.0”, Rabu (23/11/2022).

Timothy menyebutkan sebelum menggunakan metaverse dan web 3.0, hal penting yang harus dilakukan yakni melakukan trasnformasi digital. Potensi digital di Indonesia sangat besar mencapai Rp4.500 triliun pada tahun 2030. Bank Mandiri telah melihat peluang itu dengan menyiapkan peta jalan digital sejak lama. Berbagai hal yang harus disiapkan untuk menghadapi teknologi digital antara lain infrastruktur, cloud, meningkatkan sistem, dan keamanan. Salah satu aplikasi digital bank Mandiri diberi nama Livin.

Bank digital memberikan pengalaman baru terhadap pelanggan. Misalnya, bisa melakukan transaksi perbankan tanpa harus menyambangi cabang terdekat. Setelah sampai pada tahap digital baru kemudian bisa melangkah pada teknologi metaverse. Bank Mandiri sudah memulai menggunakan teknologi metaverse, misalnya membuat cabang virtual.

Untuk web 3.0, Timothy mengatakan ada banyak hal yang perlu dicermati sebelum mengadopsi teknologi tersebut. Misalnya regulasi yang ada saat ini belum mengakomodir penggunaan web 3.0 atau blockchain untuk sistem pembayaran (payment). Kemudian juga terkait bagaimana keamanannya.

Co Founder sekaligus COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan salah satu isu penting terkait teknologi metaverse dan web 3.0 adalah kepercayaan (trust). Web 3.0 lebih memberikan kepercayaan kepada masyarakat dan pemilik data karena proses data yang dilakukan tidak bisa diubah atau dihapus sembarangan. Datanya juga bisa ditelusuri untuk kemudian diaudit.

Menurut Teguh, web 3.0 dan blockchain melahirkan banyak peluang baru baik dalam hal pekerjaan dan karier. Saat ini Indonesia mengalami krisis ahli tentang web 3.0 dan blockchain. Krisis itu tak hanya meliputi pemahaman secara Teknik, tapi juga proses bisnisnya. Tercatat ada lebih dari 16 juta pelanggan aset kripto di Indonesia.

Mengingat jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia yang tidak sedikit, Teguh melihat pemerintah mulai mencermati perdagangan kripto. Pemerintah berperan melakukan perlindungan terhadap konsumen produk kripto.

Teguh memaparkan sedikitnya ada 5 regulasi yang berkaitan dengan kripto. Pertama, Peraturan Menteri Perdagangan No.99 Tahun 2018. Kedua, Peraturan Bappebti No.5 Tahun 2019. Ketiga, Peraturan Bappebti No.13 Tahun 2022. Keempat, Peraturan Bappebti No.11 Tahun 2022. Kelima, Peraturan Menteri Keuangan No.68/PMK.03/2022.

“Berbagai aturan yang diterbitkan pemerintah tujuannya untuk melindungi konsumen,” katanya.

Tags:

Berita Terkait