Beragam Usulan untuk Efektivitas Omnibus Law
Berita

Beragam Usulan untuk Efektivitas Omnibus Law

Langkah awal yang mesti dilakukan sebelum membuat omnibus law yakni memetakan berbagai regulasi sektoral yang terlampau ‘gemuk’, kemudian masuk pada pembentukan omnibus law masing-masing sektor.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) memandang omnibus law menjadi pintu masuk dalam membenahi persoalan hiper regulasi di Indonesia. Karena itu, pembentukan omnibus law demi meningkatkan investasi butuh pemetaan dan kajian mendalam untuk menyisir puluhan UU yang bakal direvisi dan dilebur menjadi satu UU.

 

Peneliti PSHK Ronald Rofiandri menilai ada beberapa langkah yang mesti dilakukan sebelum memutuskan pembentukan omnibus law. Pertama, menentukan sasaran (objek) omnibus law. Kedua, melakukan pemetaan peraturan perundang-undangan yang menjadi objek omnibus law baik secara horizontal (peraturan yang setingkat) maupun vertikal (peraturan di bawahya).

 

“Setiap UU memiliki landasan filosofis dan sosiologis sendiri yang ujungnya bakal diuji relevansinya dengan kehadiran omnibus law ini,” ujar Ronald dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di Ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Senin (4/11/2019). Baca Juga: Omnibus Law Mestinya Jadi Pintu Masuk Pembenahan Hiper Regulasi

 

Ketiga, bila pembentukan omnibus law pengaturannya bersifat umum (lex generalis), maka materi muatannya bersifat mencabut beberapa ketentuan yang saling bertentangan. Namun, bakal menjadi permasalahan ketika berhadapan dengan asas lex spesialis derogat legi generalis, sehingga omnibus law ini menjadi tidak berlaku.

 

Karena itu, PSHK menyarankan agar alat kelengkapan dewan yang merumuskan usulan RUU Omnibus Law yakni Panitia Khusus (Pansus). Kemudian, optimalisasi Pusat Pemantauan Pelaksanaan UU Badan Keahlian Dewan (BKD) turut melakukan legal mapping berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja dan usaha kecil menengah.

 

Direktur Pusat Studi Konstitusi dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai letak persoalan penataan regulasi di Indonesia bukan pada banyak regulasi untuk diformulasikan menjadi omnibus law. Namun, persoalan mendasar pada banyaknya aturan yang tumpang tindih dan disharmonisasi antarregulasi.

 

“Langkah awal yang mesti dilakukan sebelum membuat omnibus law yakni memetakan berbagai regulasi sektoral yang terlampau ‘gemuk’, kemudian masuk pada pembentukan omnibus law masing-masing sektor,” usul Feri dalam kesempatan yang sama.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait