Berharap Indonesia Bisa Jadi Pelopor Penerapan ODR di ASEAN
Terbaru

Berharap Indonesia Bisa Jadi Pelopor Penerapan ODR di ASEAN

Tujuan strategisnya (ODR) untuk mendorong terwujudnya kepercayaan konsumen yang tinggi dalam masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) dan transaksi komersial lintas batas.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Perkembangan teknologi berdampak terhadap perubahan cara hidup masyarakat antara lain di sektor perdagangan. Sekarang proses jual beli dalam perdagangan tak hanya dilakukan secara luring, tapi juga daring melalui berbagai platform yang telah tersedia. Principal Advisor SFF ODR in ASEAN GIZ Indonesia, Sita Zimpel, mencatat ada 40 juta pengguna internet baru tahun 2021 di Asia Tenggara dan 75 persen pengguna internet membeli sesuatu secara daring. Oleh karena itu, penting mengatur mekanisme online dispute resolution (ODR), penyelesaian sengketa yang berpotensi muncul dalam transaksi jual beli di ranah daring.

Zimpel berharap Indonesia menjadi salah satu pelopor diterapkannya ODR di tingkat ASEAN. Pelaksanaan ODR ini sesuai kesepakatan yang tercantum dalam kerangka kerja ASEAN untuk perlindungan konsumen tahun 2016 dan panduan PBB untuk perlindungan konsumen. Dalam kerangka kerja ASEAN itu terdiri dari beberapa prinsip antara lain prinsip keempat yang mengamanatkan konsumen memiliki akses yang sesuai dan mudah untuk mendapatkan ganti rugi termasuk penyelesaian sengketa. Kemudian prinsip kedelapan soal perlindungan konsumen di platform e-commerce.

“Tujuan strategisnya (ODR) untuk mendorong terwujudnya kepercayaan konsumen yang tinggi dalam masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) dan transaksi komersial lintas batas,” kata Zimpel dalam diskusi dengan materi “Pengembangan Sistem ODR dalam Konteks ASEAN” di Jakarta, Rabu (2/11/2022).   

Baca Juga:

Zimpel mengatakan ke depan ada rencana untuk menggulirkan jejaring ASEAN dalam rangka penyelesaian sengketa. Namun, sebelum naik ke tingkat regional di Asia Tenggara terlebih dulu harus dibangun ODR di tingkat nasional. Inisiatif itu harus datang dari masing-masing negara anggota.

Dalam membentuk ODR, Zimpel menyarankan agar dimulai dengan hal yang sederhana. Misalnya menangani pengaduan secara daring dalam rangka melindungi hak konsumen. Pengaduan itu kemudian ditujukan dan direspons oleh instansi yang berwenang. Tahap selanjutnya di tingkar regional yakni pengaduan itu bisa dialamatkan kepada pihak atau instansi yang berada di luar yuridiksi. Misalnya, ada konsumen di Indonesia yang mengadukan produk yang dibelinya, sementara penjualnya berada di luar negeri. Sistem ODR itu diharapkan bisa langsung terkoneksi lintas yuridiksi dimana penjual berada.

ODR sebagai platform daring tujuannya selain kanal pengaduan konsumen juga memungkinkan untuk digunakan para pihak guna menyelesaikan sengketa tanpa perlu kehadiran fisik selama proses berlangsung. Oleh karena itu, ODR bisa berfungsi melengkapi mekanisme penyelesaian sengketa konsumen yang selama ini dilakukan secara luring.

“ODR merupakan sarana penyelesaian sengketa yang menggunakan teknologi untuk memfasilitasi penyelesaian atau resolusi sengketa antara para pihak termasuk melalui negosiasi, mediasi, arbitrase, atau komibinasi ketiganya,” imbuh Zimpel.

Zimpel mencatat ada beragam tantangan negara ASEAN dalam mengimplementasikan ODR, seperti ada perbedaan pandangan terkait ODR, konektivitas tidak memadai, keterbatasan kapasitas kelembagaan atau SDM serta kesenjangan regulasi di tingkat nasional dan regional. “Setiap negara ASEAN punya dinamika sendiri,” katanya.

Tags:

Berita Terkait