Bersertifikasi atau ‘Tersisih’ oleh Produk Halal Impor
Urgensi Sertifikasi Halal

Bersertifikasi atau ‘Tersisih’ oleh Produk Halal Impor

Permintaan untuk komoditas produk halal terus meningkat. Sertifikasi Jaminan Produk Halal dinilai bisa memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen produk halal.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

“Hal ini karena yang dikonsumsi masyarakat kita bervariasi, mulai dari produk perusahaan besar hingga produk dari UMKM,” kata Sukoso. 

 

Pelaku usaha tentu perlu menyadari pentingnya sertifikasi halal dari produk yang mereka jual. Apalagi ada kepentingan ekonomi besar bagi Indonesia di balik penerapan sertifikasi halal. Menurut Sukoso, Indonesia sebagai Negara muslim terbesar bisa saja hanya menjadi pasar yang besar bagi produk asal Negara lain yang kehalalannya tidak perlu diragukan oleh konsumen dalam negeri.

 

(Baca: Detik-detik Implementasi Kewajiban Jaminan Produk Halal)

 

Sukoso mencontohkan Thailand yang penduduk muslimnya sedikit, tetapi aktif menggarap produk berstandar halal untuk ekspor. Begitu juga dengan Australia, Selandia Baru, Brazil dan Amerika Serikat. Kesemua Negara itu pengekspor daging halal dalam jumlah besar.

 

“Untuk kondisi Indonesia, bagaimana kita bisa menggarap pasar kita sendiri bila pelaku usaha kita tidak sungguh-sungguh membuat produknya agar bisa memenuhi standar halal, untuk bisa mengurus sertifikasi halal,” katanya. 

 

Hukumonline.com

 

Setidaknya ada empat regulasi yang sedang disiapkan dan akan segera disahkan menyusul dikeluarkannya PP JPH. Pertama, Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Kedua, RPMA tentang Produk yang Belum Bersertifikat Halal pada 17 Oktober 2019 dan Penahapan Jenis Produk yang Wajib Bersertifikat Halal.

 

Ketiga, Rancangan Keputusan Menteri Agama (RKMA) tentang Bahan yang Berasal dari Tumbuhan, Hewan, Mikroba, dan Bahan yang Dihasilkan melalui Proses Kimiawi, Proses Biologi, atau Proses Rekayasa Genetik yang Diharamkan Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia.

 

Sekadar catatan, Yang dimaksud produk halal dalam UU tersebut adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai syariat Islam, meliputi barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan masyarakat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait