Berubah Setelah Persetujuan Bersama, Nasib UU Cipta Kerja di Ujung Tanduk?
Utama

Berubah Setelah Persetujuan Bersama, Nasib UU Cipta Kerja di Ujung Tanduk?

Presiden diminta menerbitkan Perppu pembatalan UU Cipta Kerja karena Pasal 72 UU No. 12/2011 hanya membolehkan perubahan teknis penulisan setelah persetujuan bersama. Jika tidak, MK seharusnya berani membatalkan UU Cipta Kerja ini karena dinilai melanggar prosedur pembentukan UU atau cacat formil.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 9 Menit

Pasal 72 UU 12/2011

(1) Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

(2) Penyampaian Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Penjelasan Ayat (2) menyebutkan Tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan RUU ke Lembaran Resmi Presiden sampai dengan penandatanganan pengesahan UU oleh Presiden dan penandatanganan sekaligus Pengundangan ke Lembaran Negara Republik Indonesia oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Menurut Sholikin, ketentuan itu mengatur sangat limitatif terkait teknis penulisan disesuaikan dengan kebutuhan penandatanganan dan pengundangan. “Tidak boleh sedikitpun terjadinya perubahan norma, menghapus, atau menambah norma dalam naskah UU setelah disahkan dalam rapat paripurna DPR,” tegas ujar Sholikin saat dihubungi belum lama ini. (Baca Juga: Menakar Efektivitas Pembentukan Peraturan Turunan UU Cipta Kerja)  

Peneliti Senior Pusat Studi Hukum Kebijakan (PSHK) Indonesia ini menilai tindakan menyimpangi tata tertib pembentukan UU dan validitas naskah UU Cipta Kerja yang sering berubah-ubah ini bukti proses legislasi tidak akuntabel dan beretika. Bagi Sholikin, bila Presiden Joko Widodo sungguh-sungguh menandatangani UU Cipta Kerja dan mengundangkannya, hal ini bentuk "bencana legislasi".

MK berani membatalkan?  

Harapan terakhir untuk membatalkan UU Cipta Kerja ini sekaligus menyelamatkan sistem legislasi berada di tangan MK. Dia menilai serangkaian tindakan legislasi yang mencurigakan dalam pembentukan UU Cipta Kerja ini harus bisa dituntaskan melalui pengujian formil di MK. Menurutnya, pengujian UU Cipta Kerja ini menjadi batu ujian bagi objektivitas dan independensi MK dalam memeriksa dan memutus perkara ini.

“Saatnya MK membuktikan bahwa pengujian formil memang benar-benar ada dalam sistem hukum kita dan tak hanya ada dalam tataran teoritis,” kata Sholikin berharap. (Baca Juga: Bila Perppu Tak Terbit, Uji Formil UU Cipta Kerja Ujian Independensi MK)

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PuSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai Setneg tak bisa seenaknya mencabut atau mengubah pasal dalam UU yang telah disetujui bersama DPR dan pemerintah. “Hal ini semakin menambah jumlah poin kecacatan pembentukan UU ini. Secara administratif ini menunjukan proses penyusunan UU yang berantakan ini semestinya membuat malu pembuatnya,” ujarnya. 

Feri meminta MK semestinya membatalkan UU Cipta Kerja jika melihat beberapa fakta kekacauan prosedur pembentukan UU Cipta Kerja ini karena cacat formil. Sebagai penjaga konstitusi, MK harus bersikap objektif dan berdiri tegak atas nama hukum dan keadilan. “Semestinya MK berani membatalkan jika hukum yang dijadikan acuan. Kalau yang lain dijadikan acuan, yaa saya tidak tahu.”

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait