Besok RKUHP Disahkan, Pemerintah Persilakan Masyarakat Tempuh Uji Materi ke MK
Utama

Besok RKUHP Disahkan, Pemerintah Persilakan Masyarakat Tempuh Uji Materi ke MK

Jimly menyarankan publik menerima pengesahan RKUHP menjadi UU. Menerima pengesahan menjadi UU tidak berarti berhenti mengkritisi materi RUU KUHP bila disahkan menjadi UU.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Sudah terima saja dulu sambil kritisisme kita jangan berhenti. Kalau ada pasal-pasal (dinilai) tidak adil, ya diajukan kepada Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Bagi anggota DPD ini, RKUHP berstatus mendesak agar disahkan menjadi UU terlebih dulu. Sebab, KUHP peninggalan kolonial Belanda yang digunakan selama ini tak lagi relevan dengan perkembangan hukum dan dinamika masyarakat. Meskipun demikian, ia sepakat rumusan materi RKUHP dinilai masih belum sempurna. Tapi, seiring berjalannya waktu bakal terdapat beragam masukan masyarakat terkait penerapan KUHP baru yang nantinya bisa diperbaiki.   

Sederet pasal bermasalah

Sementara di luar Gedung DPR terdapat elemen masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa penolakan terhadap RKUHP. Masyarakat yang terdiri dari sejumlah lintas komunitas yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengelar aksi simbolik tabur bunga dan membakar kitab RKUHP di depan gedung DPR sebagai tanda atas kematian demokrasi di Indonesia.

“Aksi ini dilakukan setelah Pemerintah dan DPR berencana mengesahkan RKHP dalam rapat paripurna yang diselenggarakan pada Selasa 6 Desember 2022. Padahal aturan ini ditolak oleh masyarakat,” ujar Direktur Eksekutif LBH Jakarta, Citra Refarendum melalui keterangan tertulisnya.

Menurutnya, RKUHP menjadi produk hukum hasil dari DPR bersama pemerintah. Sayangnya, draf RKUHP yang bakal disahkan menjadi UU dinilai masih memuat sederet pasal bermasalah yang selama ini ditentang oleh publik. Pasal-pasal bermasalah tersebut berpotensi membawa masyarakat Indonesia masuk ke masa penjajahan oleh pemerintah sendiri.

Citra menuturkan berdasarkan pantauan sementara Aliansi Nasional Reformasi KUHP, pasal-pasal yang terkandung dalam draf akhir RKUHP masih memuat pasal-pasal anti demokrasi, melanggengkan korupsi di Indonesia, membungkam kebebasan pers. Kemudian, menghambat kebebasan akademik, mengatur ruang privat masyarakat, diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok marginal, mengancam keberadaan masyarakat adat, dan memiskinkan rakyat.

“Aturan ini lagi-lagi menjadi aturan yang tajam ke bawah, tumpul ke atas karena mempersulit jeratan pada korporasi jahat yang melanggar hak masyarakat dan pekerja,” ujarnya.

Sementara Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan masih adanya penolakan masyarakat terhadap RKUHP merupakan hak konstitusional warga negara dalam berdemokrasi. Apalagi melakukan unjuk rasa dalam menyampaikan pendapatnya dijamin oleh UU. Tapi pastinya, RKUHP telah melewati berbagai proses dari tahap penyusunan, pembahasan, sosialisasi dan dialog publik terhadap sejumlah pasal yang dipandang kontrovesial.

Menurutnya, RKUHP bentukan pemerintah bersama DPR tak dapat memuaskan seluruh elemen masyarakat. Meski demikian, nasib RKUHP harus diambil keputusan untuk disetujui dan disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan tingkat II. “Karena sudah disetujui dalam tingkat I, saya pikir itu sudah selesai di DPR,” katanya.

Tags:

Berita Terkait