Biarkan Dosen ‘Menari': Nasib Profesi Advokat Pasca 13/12
Fokus

Biarkan Dosen ‘Menari': Nasib Profesi Advokat Pasca 13/12

Awak tak pandai menari dikatakan lantai terjungkit'.

Oleh:
Amr/CR
Bacaan 2 Menit

Berbicara soal perlindungan bagi masyarakat dan profesi advokat, dalam putusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa kepentingan masyarakat tersebut telah cukup terlindungi oleh ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut Mahkamah Konstitusi, ketentuan pasal 31 harus dinyatakan sebagai ketentuan yang berlebihan yang berakibat pada terhalanginya atau makin dipersempitnya akses masyarakat terhadap keadilan.

Kendati Mahkamah Konstitusi tak merinci pasal mana di dalam KUHP yang dapat menggantikan fungsi perlindungan yang sebelumnya diakomodasi pasal 31 UU No.18/2003, hal demikian toh diamini oleh kalangan advokat. Humphrey Djemat, advokat dari kantor hukum Gani Djemat berpendapat pasal tentang tindak pidana penipuan dalam KUHP mungkin bisa dipakai untuk menjerat advokat gadungan.

Ketua DPC AAI DKI Jakarta ini mengatakan bahwa pasal penipuan dapat diterapkan untuk pengacara gadungan karena orang tersebut telah menipu masyarakat dengan menyatakan dirinya sebagai advokat. (Padahal) sarjana hukum pun nggak. Ekstrimnya begitu, itu sudah suatu bentuk penipuan, tukasnya. Masuk ke dalam kategori ekstrim ini yaitu mereka yang disebut pokrol bambu.

Sebaliknya, Dr. Rudi Satriyo Mukantarjo, pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia tidak sependapat dengan Humphrey. Tindak pidana pemberian bantuan hukum nggak ada persoalan dengan penipuan, tandasnya.

Kepercayaan

Lebih jauh Rudy menjelaskan bahwa dalam penipuan yang diatur dalam pasal 378 KUHP, ada unsur yang diserahkan yaitu benda/barang, yang dalam penafsirannya termasuk juga uang. Dalam kasus tindak pidana pemberian bantuan hukum (yang dilakukan bukan oleh advokat yang mengantungi izin), menurut Rudi, yang diserahkan oleh klien bukanlah benda/barang, melainkan kepercayaan untuk mengurus perkara.

Saya tidak berani memperluas pengertian barang/benda dengan kepercayaan untuk menangani perkara. Kecuali, kalau kemudian sudah ada yurisprudensi dari Mahkamah Agung (bahwa) termasuk di dalam hal ini adalah barang/benda adalah pekerjaan untuk melakukan sesuatu. Itu baru bisa dinamakan sebagai persoalan penipuan, terang Rudi.

Terlepas dari itu, Humphrey tetap yakin bahwa minus sanksi pidana bagi advokat liar, kewenangan Organisasi Advokat  tidak akan terpengaruh. Dalam arti, Organisasi Advokat tetap mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan advokat sebagaimana diatur dalam pasal-pasal di dalam UU No.18/2003.

Tags: