Bikin Kontrak dengan Pihak Asing? Jangan Lupa Syarat Tambahan
Berita

Bikin Kontrak dengan Pihak Asing? Jangan Lupa Syarat Tambahan

Selain 1320 KUHPerdata, juga wajib menggunakan versi bahasa Indonesia sebagai perintah undang-undang.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit
Marcia Wibisono, Partner Yang & Co saat IG Live Bincang-Bincang Premium Stories, Jumat (20/11). Foto: HOL
Marcia Wibisono, Partner Yang & Co saat IG Live Bincang-Bincang Premium Stories, Jumat (20/11). Foto: HOL

Semua praktisi hukum Indonesia sudah sangat hapal empat syarat dasar menyusun kontrak dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Kontrak otomatis batal demi hukum bila tak memenuhi syarat objektif. Salah satu syarat objektif itu adalah suatu sebab yang tidak terlarang. Apa saja sebab terlarang yang bisa mengacaukan kontrak itu? Sesi bincang-bincang Premium Stories Hukumonline mengupas salah satunya dalam topik “Waspada Kontrak Batal Demi Hukum Gara-Gara Bahasa Indonesia”, Jumat (20/11).

Marcia Wibisono, Partner Yang & Co berbagi pendapatnya sebagai praktisi hukum yang sudah menangani beragam kontrak sepanjang kariernya. Kontrak dengan pihak Indonesia dengan pihak asing termasuk yang biasa ditangani Marcia. Ia mengingatkan soal Pasal Pasal 31 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa) yang telah menambahkan syarat agar kontrak dengan pihak asing sah di mata hukum Indonesia. “Otomatis, yang tadinya kita bebas membuat perjanjian dengan bahasa apapun, sejak ada undang-undang ini harus ada versi dalam bahasa Indonesia,” kata Marcia.

Marcia menyebut ada variasi dalam praktik. Kadang kontrak dengan versi bahasa Indonesia dibuat belakangan setelah versi bahasa asing ditandatangani para pihak. Pengaturan lebih lanjut baru muncul sepuluh tahun kemudian dengan Peraturan Presiden  No.63 tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia (Perpres Bahasa). Ketentuan teknis ditemukan dalam Pasal ayat 26 ayat 3 Perpres Bahasa. “Ini jadi ada bedanya, sejak tahun 2019, praktik yang dilakukan akhirnya harus menandatangani dua versi kontrak bersamaan,” Marcia menjelaskan.

Bahasa pihak asing digunakan sebagai padanan atau terjemahan teks perjanjian dalam bahasa Indonesia. Fungsinya untuk menyamakan pemahaman dengan pihak asing. Oleh karena itu, padanan atau terjemahan itu harus ditandatangani sejak awal secara bersamaan. Marcia menegaskan bahwa persoalan ini tidak bisa ditawar sama sekali jika ingin kontrak dengan pihak asing diakui sah secara hukum.

Apakah pernah ada kasus yang menjadi polemik terkait syarat menggunakan bahasa Indonesia ini? Tentu saja ada. Kasus tersebut pertama kali diputus tahun 2013 hingga berakhir di kasasi tahun 2015. Pengadilan terus menerus konsisten memutus kontrak perjanjian kredit kedua pihak batal demi hukum. Nilai kerugian mencapai jutaan dolar Amerika Serikat.

“Sebelum ada putusan kasus tersebut banyak klien yang bandel tidak menggunakan versi bahasa Indonesia, setelahnya baru nurut,” kata partner dari firma hukum kenamaan Indonesia versi Hukumonline ini. Kantor hukum Yang & Co berada dalam deretan peringkat teratas untuk kategori midsize law firm sejak tahun 2019.

Baca:

Tags:

Berita Terkait