Pria yang berprofesi sebagai advokat serta Senior Partner pada Kantor Hukum Guido Hidayanto & Partners itu menerangkan, UU 28/2014 dibuat untuk menciptakan suatu sistem manajemen kolektif melalui LMKN. Lembaga tersebut meng-collect performing right. Begitu masuk performing right, otomatis masuk ranah LMKN.
Sementara Pasal 9 UU 28/2014, menurut Kadri tak sekedar mengatur masalah performing right, tapi penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan. Kesemuanya mesti meminta persetujuan dari pencipta. “Khusus performing right dia tunduk terhadap aturan LMK yaitu Pasal 87 UU Hak Cipta yang memakai skema manajemen kolektif melalui LMMK-LMKN,” imbuhnya.
Pasal 23 ayat (5) menyebutkan, “Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif”.
Pria yang tercatat sebagai seorang musisi vokalis MAKARA (Band Rock Progresif sejak tahun 1980-an, red) itu menekankan konsep perizinan performing right kepada pencipta lagu dalam UU Hak Cipta. Kadri menyampaikan pengajuan izin tersebut bukan bersifat langsung kepada pencipta melainkan kepada LMKN. Yang pasti, sepanjang pengguna telah membayar hak cipta tak perlu lagi meminta persetujuan dari pencipta lagu.
“Jadi konsepnya UU Hak Cipta itu udah meng-introduce sistem manajemen kolektif yang berlaku di dunia demi kemudahan tata kelola. Ribuan composer Indonesia, enggak mungkin bisa minta satu-satu dan pakai harga sendiri-sendiri. Itu ada tarifnya,” ujarnya.
Terkait tarif royalti, pada dasarnya sudah diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kepmenkumham) No HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti Untuk Pengguna Yang Melakukan Pemanfaatan Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu.
Untuk tarif royalti pada konser musik, didasarkan pada penjualan tiket maupun tanpa tiket atau gratis. Tarif royalti konser musik dengan tiket dihitung berdasarkan hasil kotor penjualan tiket (gross ticket box) dikali 2 persen ditambah dengan tiket yang digratiskan (complimentary ticket) dikali 1 persen. Kemudian, tarif royalti konser musik gratis dihitung berdasarkan biaya produksi musik dikali 2 persen.